Minggu, 21 April 2013

Contoh Kasus Hukum Perdata dan Hukum Perikatan


Nama      : DIANA APRIANTI
Npm       : 22211042
Kelas      : 2 EB 24


Contoh Kasus Hukum Perdata dan Hukum Perikatan


Contoh Kasus hukum Perdata tentang Warisan
(Pembagian  Warisan  Bagi Anak diLuar Nikah Diakui)

Contoh kasus :

Arto merupakan pria yang telah menikah dan memiliki 2 orang anak dari pernikahannya dengan seorang wanita yang bernama Lulu. Pada suatu hari, ada seorang laki-laki bernama Beto datang menemui Arto, dan mengaku sebagai anak Arto. Mengingat bahwa masa muda Arto yang terbilang cukup kelam, yaitu terlibat pada dunia seks bebas dan penyalahgunaan obat-obat terlarang, maka Arto mengakui Beto sebagai anaknya yang dilahirkan Urti, mantan pacar Arto sebelum Arto menikah. Beberapa bulan kemudian Arto meninggal dalam sebuah kecelakaan, meninggalkan seorang istri dan seorang anak kandung serta Beto sebagai anak luar nikah diakui.

Pertanyaan:
1)      Bagaimanakah hak waris Beto atas harta peninggalan Arto?
2)      Berapa bagian kah harta yang didapatkan Beto dari harta warisan Arto?

Penyelesaiannya:

Menurut Pasal 272 KUH Perdata anak luar kawin adalah:

“Anak luar kawin yang dapat diakui adalah anak yang dilahirkan oleh seorang ibu, tetapi tidak dibenihkan oleh seorang pria yang berada dalam ikatan perkawinan yang sah dengan ibu anak tersebut, dan tidak termasuk dalam kelompok anak zina atau anak sumbang”.

Apabila kita menyimpulkan maksud yang terkandung dalam isi pasal tersebut, bahwa Pasal 272 KUH Perdata menegaskan syarat seseorang dinyatakan sebagai anak luar nikah yaitu anak-anak yang lahir di luar dari ikatan perkawinan.  Dalam artian anak luar nikah adalah anak-anak yang lahir akibat zina.
            Anak luar nikah dapat mewaris sepanjang anak tersebut memiliki hubungan hukum dengan pewaris.  Hubungan hukum yang dimaksud dalam hal ini adalah pengakuan dari si pewaris, sehingga dengan demikian anak luar nikah tersebut akan disebut dengan anak luar nikah diakui. Sebab anak luar  nikah yang mendapat warisan hanya anak luar nikah yang diakui oleh ayahnya.

 Amanat yang tercantum dalam Pasal 284 KUH Perdata disebutkan, bahwa:
“Pengakuan yang dilakukan sepanjang perkawinan oleh suami atau istri atas kebahagiaan anak luar nikah, yang sebelum kawin telah olehnya dibuahkan dengan orang lain dari istri atau suaminya, tak akan merugikan baik bagi istri atau suami maupun bagi anak yang dilahirkan dari perkawinan mereka”.
           
Jadi berdasarkan Pasal 284 tersebut kembali ditekankan bahwa seorang suami atau istri yang mengakui anak luar nikahnya tidak boleh merugikan istri dan anak-anak dari perkawinan pada waktu pengakuan dilakukan. Namun perlu juga diingat bahwa berdasarkan Pasal 285 KUH Perdata, walaupun anak luar nikah telah diakui dan berhak atas warisan dari orang tua yang mengakuinya, tetapi ayah atau ibu si anak luar nikah tidak mewarisi harta dari orang yang mengakui.

            Melihat contoh kasus di atas, bahwa Beto menjadi ahli waris yang sah atas warisan dari Arto. Sebab posisi Beto yang awalnya adalah anak luar nikah, setelah mendapatkan pengakuan dari Arto, maka secara sah Beto memiliki hubungan hukum dengan Arto.

            Dalam pembagian warisan, anak luar nikah yang diakui mewaris dengan semua golongan ahli waris. Besar bagian yang diterima tergantung dengan golongan mana anak luar nikah tersebut mewaris, atau tergantung dari derajat hubungan kekeluargaan dari para ahli waris yang sah. Kedudukan Beto dalam pewarisan berada pada golongan pertama, yaitu Beto sebagai anak luar kawin diakui dari Arto sebagai pewaris.

            Menurut Pasal 863 KUH Perdata:
“Bila pewaris meninggal dengan meninggalkan keturunan yangsah dan atau suami istri, maka anak luar kawin yang diakui mewarisi 1/3 bagian, dari mereka yang sedianya harus mendapat, seandainya mereka adalah anak sah”
            Jika dirumuskan dari kasus di atas, apabila Parto meninggalkan harta sebesar Rp. 150.000.000,-. Arto memiliki 3 orang ahli waris, yaitu istri, anak kandung dan Beto sebagai anak luar kawin diakui. Seandainya Beto adalah anak kandung, maka Bejo akan mewarisi 1/3 dari harta peninggalan Parto, yaitu:
1/3 x 150000000 = 50.000.000

Sebab ketiga orang ahli waris Arto mendapatkan bagian yang sama, yaitu harta keseluruhan dibagi oleh ketiga orang ahli waris. Maka masing-masing mendapatkan bagian 50.000.000.
Namun karena kedudukan Beto adalah anak luar nikah diakui, maka Beto hanya mendapatkan bagian 1/3 dari bagian yang seharusnya dia dapatkan apabila dia berstatus anak kandung, yaitu:
1/3 x 50000000 = 16666666,67

            Jadi, bagian yang didapat oleh Bejo adalah sebesar Rp. 16.666.666,67. Sementara itu bagian yang didapatkan oleh istri dan anak sah dari Arto yaitu sisa dari keseluruhan harta setelah dikurangi bagian dari warisan yang didapatkan oleh Beto.








Contoh Kasus hukum Perikatan tentang Jual Beli Tanah Dinilai
Tidak BerHukum

• Kasus Jayeng BANDUNG

            Akta jual beli tanah Jayeng dari ahli waris Tasrip kepada pemilik Hotel Guma, dinilai cacat hukum. Akta yang disahkan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) itu menyebutkan, tanah seluas 5.440 m2 di Kampung Jayeng beserta bangunan yang berdiri di atasnya dijual oleh Asya, ahli waris Tasrip, kepada Hendra Soegi, pemilik Hotel Guma.

            Padahal, menurut Guru Besar Fakultas Hukum Unika Soegijapranata, Prof Dr Agnes Widanti SH CN, sejak puluhan tahun lalu warga hanya menyewa lahan; sedangkan bangunan rumah yang ada di kampung tersebut didirikan oleh warga.”Sejak 1995, ahli waris Tasrip  tidak pernah mengambil uang sewa tanah. Sebelumnya, sistem pembayaran sewa dilakukan secara ambilan, bukan setoran. Karenanya, warga dianggap tidak membayar,” kata Agnes dalam pertemuan membahas kasus sengketa Jayeng, di Balai Kota.

            Baik dalam kasus perdata maupun pidana, Pengadilan Negeri Semarang menyatakan warga bersalah. Tak puas dengan amar putusan tersebut, warga Jayeng  mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Hingga hari ini belum ada putusan MA atas kasus tersebut.

            Diskusi pakar hukum yang difasilitasi Desk Program 100 Hari itu, menghadirkan sejumlah pakar hukum. Selain Agnes, hadir pula pakar sosiologi hukum Undip, Prof Dr Satjipto Rahardjo SH, pakar hukum tata negara Undip, Arief Hidayat SH MH, dan pakar hukum agraria Unissula, Dr Ali Mansyur SH CN MH. Arief Hidayat menilai, ada fakta yang disembunyikan oleh notaris PPAT. Jika bangunan benar-benar milik warga, maka ahli waris Tasripien tidak berhak menjual bangunan itu kepada orang lain.

”Jika benar demikian, notaris PPAT yang mengurus akta jual-beli itu bisa diajukan ke PTUN. Sebagai pejabat negara, PPAT dapat digugat ke pengadilan tata usaha negara,” ujarnya.

TakMemutus Sewa

            Pakar hukum agraria Unissula, Dr Ali Mansyur SH CN MH mengatakan, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menyatakan, jual-beli tidak dapat memutus sewa-menyewa. Dalam ketentuan hukum perdata, sewa menyewa dapat dilakukan secara tertulis maupun secara lisan. Warga Jayeng, menurut Ali, hingga kini masih bersikukuh menyatakan bahwa mereka adalah para penyewa.

            Sebaliknya, pemilik Hotel Guma merasa memiliki bukti kepemilikan yang sah, sehingga merasa berhak melakukan pengosongan lahan. ”Selama belum ada keputusan hukum yang tetap, upaya damai masih bisa dilakukan. Harus ada penyelesaian antara pemilik pertama (ahli waris Tasripien-Red), pemilik kedua (pemilik Hotel Guma), dan warga Jayeng,” usulnya.

            Sementara itu Kepala Bagian Hukum Pemkot, Nurjanah SH menuturkan, terdapat 32 rumah dan satu musala di kampung Jayeng. Saat ini, ada 55 keluarga atau 181 jiwa yang tinggal di kampung tersebut. Menurutnya, pada 9 Januari lalu warga membentuk tim tujuh sebagai negosiator tali asih. Saat itu pemilik Hotel Guma bersedia memberi kompensasi sebesar Rp 300.000/m2, namun warga meminta Rp 2 juta/m2. Pemilik hotel kemudian menawar Rp 1 juta/m2, namun warga menolak.

            Wakil Wali Kota, Mafu Ali mengatakan, Pemkot sudah berusaha memediasi warga dengan pemilik Hotel Guma. Bahkan, beberapa waktu lalu Mafu mengundang Hendra Soegiarto untuk membicarakan kemungkinan jalan damai. ”Namun rupanya, Hendra merasa lebih kuat karena pengadilan telah memenangkan kasusnya. Ia tidak bersedia negosiasi karena merasa menang,” kata dia.

            Pada kesempatan itu, Mafu memperihatinkan aksi pembakaran boneka wali kota yang dilakukan warga Jayeng pada unjuk rasa beberapa waktu lalu. Menurut dia, Pemkot sudah melakukan berbagai upaya untuk membuat kasus Jayeng terselesaikan dengan baik. ”Kami sudah berbuat demikian, kok masih ada saja yang membakar boneka Pak Wali. Saya kan jadi perihatin,” ujarnya.

SUMBER :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar