Kamis, 27 Juni 2013

PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI


14. PENYELESAIAN  SENGKETA EKONOMI


1.  Pengertian Sengketa

      Pengertian sengketa dalam kamus Bahasa Indonesia, berarti pertentangan atau konflik, Konflik berarti adanya oposisi atau pertentangan antara orang-orang, kelompok-kelompok, atau organisasi-organisasi terhadap satu objek permasalahan. Senada dengan itu Winardi mengemukakan :
      Pertentangan atau konflik yang terjadi antara individu-individu atau kelompok-kelompok yang mempunyai hubungan atau kepentingan yang sama atas suatu objek kepemilikan, yang menimbulkan akibat hukum antara satu dengan yang lain.

2.  Cara-cara Penyelesaian Sengketa

Penyelesaian sengketa secara damai bertujuan untuk mencegah dan mengindarkan kekerasan atau peperangan dalam suatu persengketaan antar negara. Menurut pasal 33 ayat 1 (Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan) Piagam PBB penyelesaian sengketa dapat ditempuh melalui cara-cara sebagai berikut:
1. Negosiasi (perundingan)
    Perundingan merupakan pertukaran pandangan dan usul-usul antara dua pihak untuk menyelesaikan suatu persengketaan, jadi tidak melibatkan pihak ketiga.
2. Enquiry (penyelidikan)
    Penyelidikan dilakukan oleh pihak ketiga yang tidak memihak dimaksud untuk mencari fakta.
3. Good offices (jasa-jasa baik)
    Pihak ketiga dapat menawarkan jasa-jasa baik jika pihak yang bersengketa tidak dapat menyelesaikan secara langsung persengketaan yang terjadi diantara mereka.
 
Penyelesaian perkara perdata melalui sistem peradilan:
1. Memberi kesempatan yang tidak adil (unfair), karena lebih memberi kesempatan kepada lembaga-lembaga besar atau orang kaya.
2. Sebaliknya secara tidak wajar menghalangi rakyat biasa (ordinary citizens) untuk perkara di pengadilan.

3.  Negosiasi

Negosiasi adalah sebuah bentuk interaksi sosial saat pihak – pihak yang terlibat berusaha untuk saling menyelesaikan tujuan yang berbeda dan bertentangan. Menurut kamus Oxford, negosiasi adalah suatu cara untuk mencapai suatu kesepakatan melalui diskusi formal.
Negosiasi merupakan suatu proses saat dua pihak mencapai perjanjian yang dapat memenuhi kepuasan semua pihak yang berkepentingan dengan elemen-elemen kerjasama dan kompetisi.Termasuk di dalamnya, tindakan yang dilakukan ketika berkomunikasi, kerjasama atau memengaruhi orang lain dengan tujuan tertentu

4.      Mediasi

Mediasi adalah proses penyelesaian sengketa melalui proses perundingan atau mufakat para pihak dengan dibantu oleh mediator yang tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Ciri utama proses mediasi adalah perundingan yang esensinya sama dengan proses musyawarah atau konsensus. Sesuai dengan hakikat perundingan atau musyawarah atau konsensus, maka tidak boleh ada paksaan untuk menerima atau menolak sesuatu gagasan atau penyelesaian selama proses mediasi berlangsung. Segala sesuatunya harus memperoleh persetujuan dari para pihak.


5.      Arbitrase

Arbitrase adalah salah satu jenis alternatif penyelesaian sengketa dimana para pihak menyerahkan kewenangan kepada kepada pihak yang netral, yang disebut arbiter, untuk memberikan putusan.

6.      Perbandingan antara Perundingan, Arbitrase, dan Ligitasi

Ø  Negosiasi atau perundingan
Negosiasi adalah cara penyelesaian sengketa dimana para pihak yang bersengketa saling melakukan kompromi untuk menyuarakan kepentingannya. Dengan cara kompromi tersebut diharapkan akan tercipta win-win solution dan akan mengakhiri sengketa tersebut secara baik.

Ø  Litigasi adalah sistem penyelesaian sengketa melalui lembaga peradilan. Sengketa yang terjadi dan diperiksa melalui jalur litigasi akan diperiksa dan diputus oleh hakim. Melalui sistem ini tidak mungkin akan dicapai sebuah win-win solution (solusi yang memperhatikan kedua belah pihak) karena hakim harus menjatuhkan putusan dimana salah satu pihak akan menjadi pihak yang menang dan pihak lain menjadi pihak yang kalah.

ü  Kebaikan dari sistem ini adalah:
1. Ruang lingkup pemeriksaannya yang lebih luas
2. Biaya yang relatif lebih murah

ü  Sedangkan kelemahan dari sistem ini adalah:
1. Kurangnya kepastian hukum
2. Hakim yang “awam”

v  Arbitrase
         Yaitu  cara penyelesaian sengketa yang mirip dengan litigasi, hanya saja litigasi ini bisa dikatakan sebagai “litigasi swasta” Dimana yang memeriksa perkara tersebut bukanlah hakim tetapi seorang arbiter. Untuk dapat menempuh prosesi arbitrase hal pokok yang harus ada adalah “klausula arbitrase” di dalam perjanjian yang dibuat sebelum timbul sengketa akibat perjanjian tersebut, atau “Perjanjian Arbitrase” dalam hal sengketa tersebut sudah timbul namun tidak ada klausula arbitrase dalam perjanjian sebelumnya. Klausula arbitrase atau perjanjian arbitrase tersebut berisi bahwa para pihak akan menyelesaikan sengketa melalui arbitrase sehingga menggugurkan kewajiban pengadilan untuk memeriksa perkara tersebut. Jika perkara tersebut tetap diajukan ke Pengadilan maka pengadilan wajib menolak karena perkara tersebut sudah berada di luar kompetensi pengadilan tersebut akibat adanya klausula arbitrase atau perjanjian arbitrase.

v  Beberapa keunggulan arbitrase dibandingkan litigasi antara lain:
a)      Arbitrase relatif lebih terpercaya karena Arbiter dipilih oleh para pihak yang bersengketa.
b)      Arbiter merupakan orang yang ahli di bidangnya sehingga putusan yang dihasilkan akan lebih cermat.
c)      Kepastian Hukum lebih terjamin karena putusan arbitrase bersifat final dan mengikat para pihak.
v  Sedangkan kelemahannya antara lain:
a)      Biaya yang relatif mahal karena honorarium arbiter juga harus ditanggung para pihak (atau pihak yang kalah)
b)      Putusan Arbitrase tidak mempunyai kekuatan eksekutorial sebelum didaftarkan ke Pengadilan Negeri.
c)      Ruang lingkup arbitrase yang terbatas hanya pada sengketa bidang komersial (perdagangan, ekspor-impor, pasar modal, dan sebagainya)





SUMBER :



Hak Kekayaan Intelektual (HAKI)


11. Hak Kekayaan Intelektual (HAKI)

1.      Pengertian

Hak Atas Kekayaan Intelektual adalah hak eksklusif yang diberikan suatu hukum atau peraturan kepada seseorang atau sekelompok orang atas karya ciptanya. Menurut UU yang telah disahkan oleh DPR-RI pada tanggal 21 Maret 1997, HaKI adalah hak-hak secara hukum yang berhubungan dengan permasalahan hasil penemuan dan kreativitas seseorang atau beberapa orang yang berhubungan dengan perlindungan permasalahan reputasi dalam bidang komersial (commercial reputation) dan tindakan / jasa dalam bidang komersial (goodwill).

2.      Prinsip-prinsip Hak Kekayaan Intelektual

Prinsip-prinsip Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) adalah sebagai berikut :
Ø  Prinsip Ekonomi

Dalam prinsip ekonomi, hak intelektual berasal dari kegiatan kreatif dari daya pikir manusia yang memiliki manfaat serta nilai ekonomi yang akan member keuntungan kepada pemilik hak cipta.

Ø  Prinsip Keadilan

Prinsip keadilan merupakan suatu perlindungan hukum bagi pemilik suatu hasil dari  kemampuan intelektual, sehingga memiliki kekuasaan dalam penggunaan hak atas kekayaan intelektual terhadap karyanya.

Ø  Prinsip Kebudayaan

Prinsip kebudayaan merupakan pengembangan dari ilmu pengetahuan, sastra dan seni guna meningkatkan taraf kehidupan serta akan memberikan keuntungan bagi masyarakat, bangsa dan Negara.

Ø  Prinsip Sosial

Prinsip sosial mengatur kepentingan manusia sebagai warga Negara, sehingga hak yang telah diberikan oleh hukum atas suatu karya merupakan satu kesatuan yang diberikan perlindungan berdasarkan keseimbangan antara kepentingan individu dan masyarakat/ lingkungan.


3.      Klasifikasi Hak Kekayaan Intelektual
Secara umum Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) terbagi dalam dua kategori, yaitu :
  1. Hak Cipta
  2. Hak Kekayaan Industri, yang meliputi :
    • Hak Paten
    • Hak Merek
    • Hak Desain Industri
    • Hak Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu
    • Hak Rahasia Dagang
    • Hak Indikasi

4.      Dasar Hukum Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia
Dalam penetapan HaKI tentu berdasarkan hukum-hukum yang sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dasar-dasar hukum tersebut antara lain adalah :
Ø  Undang-undang Nomor 7/1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (WTO)
Ø  Undang-undang Nomor 10/1995 tentang Kepabeanan
Ø  Undang-undang Nomor 12/1997 tentang Hak Cipta
Ø  Undang-undang Nomor 14/1997 tentang Merek
Ø  Undang-undang Nomor 13/1997 tentang Hak Paten
Ø  Keputusan Presiden RI No. 15/1997 tentang Pengesahan Paris Convention for the Protection of   Industrial Property dan Convention Establishing the World Intellectual Property Organization
Ø  Keputusan Presiden RI No. 17/1997 tentang Pengesahan Trademark Law Treaty
Ø  Keputusan Presiden RI No. 18/1997 tentang Pengesahan Berne Convention for the Protection of Literary and Artistic Works
Ø  Keputusan Presiden RI No. 19/1997 tentang Pengesahan WIPO Copyrights Treaty

Berdasarkan peraturan-peraturan tersebut maka Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) dapat dilaksanakan. Maka setiap individu/kelompok/organisasi yang memiliki hak atas pemikiran-pemikiran kreatif mereka atas suatu karya atau produk dapat diperoleh dengan mendaftarkannya ke pihak yang melaksanakan, dalam hal ini merupakan  tugas dari Direktorat Jenderal Hak-hak Atas Kekayaan Intelektual, Departemen Hukum dan Perundang-undangan Republik Indonesia.



5.      Hak Cipta

Hak Cipta adalah Hak khusus bagi pencipta untuk mengumumkan ciptaannya atau memperbanyak ciptaannya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 19/2002 Pasal 1 ayat 1 mengenai Hak Cipta :

Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak cipta termasuk kedalam benda immateriil, yang dimaksud dengan hak milik immateriil adalah hak milik yang objek haknya adalah benda tidak berwujud (benda tidak bertubuh). Sehingga dalam hal ini bukan fisik suatu benda atau barang yang di hak ciptakan, namun apa yang terkandung di dalamnya yang memiliki hak cipta.
Contoh dari hak cipta tersebut adalah hak cipta dalam penerbitan buku berjudul “Manusia Setengah Salmon”. Dalam hak cipta, bukan bukunya yang diberikan hak cipta, namun Judul serta isi didalam buku tersebutlah yang di hak ciptakan oleh penulis maupun penerbit buku tersebut. Dengan begitu yang menjadi objek dalam hak cipta merupakan ciptaan sang pencipta yaitu setiap hasil karya dalam bentuk yang khas dan menunjukkan keasliannya dalam ilmu pengetahuan, seni dan sastra.

Dasar hukum Undang-undang yang mengatur hak cipta antara lain :

v  UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta
v  UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1982 Nomor 15)
v  UU Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982 tentang
   Hak Cipta (Lembaran Negara RI Tahun 1987 Nomor 42)
v  UU Nomor 12 Tahun 1997 tentang Perubahan atas UU Nomor 6 Tahun 1982 sebagaimana
   telah diubah dengan UU Nomor 7 Tahun 1987 (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 29)

6.    Hak Paten

Menurut Undang-undang Nomor 14/2001 pasal 1 ayat 1, Hak Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil penemuannya di bidang teknologi, yang untuk selama waktu tertentu dalam melaksanakan sendiri penemuannya tersebut atau dengan membuat persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya. Paten hanya diberikan negara kepada penemu yang telah menemukan suatu penemuan (baru) di bidang teknologi. Yang dimaksud dengan penemuan adalah kegiatan pemecahan masalah tertentu di bidang teknologi, hal yang  dimaksud berupa proses, hasil produksi, penyempurnaan dan pengembangan proses, serta penyempurnaan dan pengembangan hasil produksi. 

Perlindungan hak paten dapat diberikan untuk jangka waktu 20 tahun terhitung dari filling date. Undang-undang yang mengatur hak paten antara lain :
v  UU Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten (Lembaran Negara RI Tahun 1989 Nomor 39)
v  UU Nomor 13 Tahun 1997 tentang Perubahan UU Nomor 6 Tahun 1989 tentang Paten
   (Lembaran Negara RI Tahun 1997 Nomor 30)
v  UU Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten (Lembaran Negara RI Tahun 2001 Nomor 109).

7.    Hak Merk

Berdasarkan Undang-undang Nomor 15/2001 pasal 1 ayat 1, hak merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Merek merupakan tanda yang digunakan untuk membedakan produk/jasa tertentu dengan produk/jasa yang sejenis sehingga memiliki nilai jual dari pemberian merek tersebut. Dengan adanya pembeda dalam setiap produk/jasa sejenis yang ditawarkan, maka para costumer tentu dapat memilih produk.jasa merek apa yang akan digunakan sesuai dengan kualitas dari masing-masing produk/jasa tersebut. Merek memiliki beberapa istilah, antara lain :

                                i.            Merek Dagang
Yaitu merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya.
                              ii.            Merek Jasa
Yaitu merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya.
                            iii.            Merek Kolektif
Yaitu merek yang digunakan pada barang atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang atau jasa sejenis lainnya.


8.    Desain Industri

Desain Industri adalah suatu kreasi tentang bentuk, konfigurasi, atau komposisi garis atau warna, atau garis dan warna, atau gabungan daripadanya yang berbentuk tiga dimensi atau dua dimensi yang memberikan kesan estetis dan dapat diwujudkan dalam pola tiga dimensi atau dua dimensi serta dapat dipakai untuk menghasilkan suatu produk, barang, komoditas industri, atau kerajinan tangan.
Hak Desain Industri adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara Republik Indonesia kepada Pendesain atas hasil kreasinya untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri, atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk melaksanakan hal tersebut.

Ø  Subjek dari hak desain industry

a)      Yang berhak memperoleh Hak Desain Industri adalah Pendesain atau yang menerima hak tersebut dari Pendesain.
b)     Dalam hal Pendesain terdiri atas beberapa orang secara bersama, Hak Desain Industri diberikan kepada mereka secara bersama, kecuali jika diperjanjikan lain.
c)      Jika suatu Desain Industri dibuat dalam hubungan dinas dengan pihak lain dalam lingkungan pekerjaannya atau yang dibuat orang lain berdasarkan pesanan, pemegang Hak Desain Industri adalah pihak yang untuk dan/atau dalam dinasnya Desain Industri itu dikerjakan, kecuali ada perjanjian lain antara kedua pihak dengan tidak mengurangi hak Pendesain apabila penggunaan Desain Industri itu diperluas sampai ke luar hubungan dinas.
d)     Jika suatu Desain Industri dibuat dalam hubungan kerja atau berdasarkan pesanan, orang yang membuat Desain Industri itu dianggap sebagai Pendesain dan Pemegang Hak Desain Industri, kecuali jika diperjanjikan lain antara kedua pihak.

9.   Rahasia Dagang

            Rahasia Dagang adalah informasi yang tidak diketahui oleh umum di bidang teknologi dan/atau  bisnis, mempunyai nilai ekonomi karena berguna dalam kegiatan usaha, dan dijaga kerahasiaannya oleh pemilik Rahasia Dagang.

  Dasar Perlindungan Rahasia Dagan

Perlindungan atas rahasia dagang diatur dalam Undang-undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang (UURD) dan mulai berlaku sejak tanggal 20 Desember 2000.









SUMBER :

PERLINDUNGAN KONSUMEN


12. PERLINDUNGAN KONSUMEN


1.  Pengertian Konsumen

Yaitu setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

2.  Azas dan Tujuan

Ø  Asas perlindungan konsumen
Berdasarkan UU Perlindungan Konsumen pasal 2, ada lima asas perlindungan konsumen.
v  Asas manfaat
Maksud asas ini adalah untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar- besarnya bagi kepentingankonsumen dan pelau usaha secara keseluruhan.

v  Asas keadilan
Asas ini dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat bias diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknyadan melaksanakan kewajibannya secara adil.

v  Asas keseimbangan
Asas ini dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti material maupun spiritual.

v  Asas keamanan dan keselamatan konsumen
Asas ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang/jasa yang dikonsumsi atau digunakan.

v  Asas kepastian hukum
Asas ini dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta Negara menjamin kepastian hukum.

Ø  Tujuan perlindungan konsumen

Dalam UU Perlindungan Konsumen Pasal 3, disebutkan bahwa tujuan perlindungan konsumen adalah sebagai berikut.

v  Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk
v  melindungi diri.
v  mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari
v  ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa.
v  Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, dan menuntut
v  hak-haknya sebagai konsumen.
v  Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum 
   dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
v  Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen 
   sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.
v  Meningkatkan kualitas barang/jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang 
   dan jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

3.   Hak dan Kewajiban Konsumen

Sebagai pemakai barang/jasa, konsumen memiliki sejumlah hak dan kewajiban. Pengetahuan tentang hak-hak konsumen sangat penting agar orang bisa bertindak sebagai konsumen yang kritis dan mandiri. Tujuannya, jika ditengarai adanya tindakan yang tidak adil terhadap dirinya, ia secara spontan menyadari akan hal itu. Konsumen kemudian bisa bertindak lebih jauh untuk memperjuangkan hak-haknya. Dengan kata lain, ia tidak hanya tinggal diam saja ketika menyadari bahwa hak-haknya telah dilanggar oleh pelaku usaha. 
Berdasarkan UU Perlindungan konsumen pasal 4, hak-hak konsumen sebagai berikut :
v    Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang/jasa.
v    Hak untuk memilih dan mendapatkan barang/jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi 
    serta jaminan yang dijanjikan .
v    Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang/jasa.
v    Hak untuk didengar pendapat keluhannya atas barang/jasa yang digunakan.
v    Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa 
    perlindungan konsumen secara patut.
v    Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.
v    Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskrimainatif.
v    Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, atau penggantian, jika barang/jasa yang 
    diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
v    Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Disamping hak-hak dalam pasal 4 juga terdapat hak-hak konsumen yang dirumuskan dalam pasal 7, yang mengatur tentang kewajiban pelaku usaha. Kewajiban dan hak merupakan antinomi dalam hukum, sehingga kewajiban pelaku usaha merupakan hak konsumen. selain hak-hak yang disebutkan tersebut ada juga hak untuk dilindungi dari akibat negatif persaingan curang. Hal ini dilatarbelakangi oleh pertimbangan bahwa kegiatan bisnis yang dilakukan oleh pengusaha sering dilakukan secara tidak jujur yang dalam hukum dikenal dengan terminologi ” persaingan curang”.
Di Indonesia persaingan curang ini diatur dalam UU No. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, juga dalam pasal 382 bis KUHP. Dengan demikian jelaslah bahwa konsumen dilindungi oleh hukum, hal ini terbukti telah diaturnya hak-hak konsumenyang merupakan kewajiban pelaku usaha dalam UU No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, termasuk didalamnya juga diatur tentang segala sesuatu yang berkaitan apabila hak konsumen, misalnya siapa yang melindungi konsumen, bagaimana konsumen memperjuangkan hak-haknya.
Ø  Kewajiban Konsumen
Kewajiban Konsumen Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Kewajiban Konsumen adalah :
v     Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan 
     barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan
v     Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa
v   Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati
v   Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

4.      Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha

Seperti halnya konsumen, pelaku usaha juga memiliki hak dan kewajiban. Hak pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UUPK adalah:
v      hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan 
      nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan
v      hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik
v      hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum 
      sengketa konsumen
v     hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen 
     tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan
v     hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Sedangkan kewajiban pelaku usaha menurut ketentuan Pasal 7 UUPK adalah:
v       beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya
v       memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan 
      barang atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan
v      memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif
v      menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan 
     berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku
v     memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang atau jasa 
     tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat atau 
     yang diperdagangkan
v     memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat 
     penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
v     memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang 
     dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

5.      Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha

perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha diatur dalamPasal 8 – 17 UU PK. Ketentuan-ketentuan ini kemudian dapat dibagi kedalam 3 kelompok, yakni:
1.      larangan bagi pelaku usaha dalam kegiatan produksi (Pasal 8 )
2.      larangan bagi pelaku usaha dalam kegiatan pemasaran (Pasal 9 – 16)
3.      larangan bagi pelaku usaha periklanan (Pasal 17)

Ada 10 larangan bagi pelaku usaha sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (1) UU PK, yakni pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:
v       tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan 
      peraturan perundang-undangan
v      tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan
      sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut
v      tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran 
      yang sebenarnya
v      tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana 
     dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut
v      tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau 
     penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang atau
     jasa tersebut
v     tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau 
     promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut
v     tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan 
     yang paling baik atas barang tertentu
v     tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan “halal”
     yang dicantumkan dalam label
v     tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, 
     ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat 
     sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang 
     menurut ketentuan harus di pasang/dibuat
v     tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam
     bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
6.      Klausula Baku dalam Perjanjian

Yaitu setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan / atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen, klausula Baku aturan sepihak yang dicantumkan dalam kuitansi, faktur / bon, perjanjian atau dokumen lainnya dalam transaksi jual beli tidak boleh merugikan konsumen.


7.      Tanggung Jawab Pelaku Usaha

       Setiap pelaku usaha harus bertanggung jawab atas produk yang dihasilkan atau diperdagangkan. Tanggung jawab produk timbul dikarenakan kerugian yang dialami konsumen sebagai akibat dari “ produk yang cacat “, bisa dikarenakan kekurang cermatan dalam memproduksi, tidak sesuai dengan yang diperjanjikan atau kesalahan yang dilakukan oleh pelaku usaha. Dengan kata lain, pelaku usaha ingkar janji atau melakukan perbuatan melawan hukum.
       Di dalam undang-undang nomor 8 tahun 1999 diatur psal 19 sampai dengan pasal 28. di dalam pasal 19 mengatur tanggung jawab kesalahan pelaku usaha terhadap produk yang dihasilkan atau diperdagangkan dengan memberi ganti kerugian atas kerusakan, pencemaran, kerusakan, kerugian konsumen.
       Sementara itu, pasal 20 dan pasal 21 mengatur beban dan tanggung jawab pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan pembuktian, sedangkan pasal 22 menentukan bahwa pembuktian terhadap ada tidaknya unsure kesalahan dalam kasus pidana sebagaimana telah diatur dalam pasal 19.
Di dalam pasal 27 disebut hal-hal yang membebaskan pelaku usaha dari tanggung jawab atas kerugian yand diderita konsumen, apabila :
v  barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksud untuk diedarkan
v  cacat barang timbul pada kemudian hari
v  cacat timul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang
v  kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen
v  lewatnya jangka waktu penuntutan 4 tahun sejak barang dibeli atau lewat jangka waktu 
   yang diperjanjikan.

8.      Sanksi

         Dalam pasal 62 Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tersebut telah diatur tentang pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh Pelaku usaha diantaranya sebagai berikut : 1) Dihukum dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dan milyard rupiah) terhadap : pelaku usaha yang memproduksi atau memperdagangkan barang yang tidak sesuai dengan berat, jumlah, ukuran, takaran, jaminan, keistimewaan, kemanjuran, komposisi, mutu sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau keterangan tentang barang tersebut ( pasal 8 ayat 1 ), pelaku usaha yang tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa ( pasal 8 ayat 1 ), memperdagangkan barang rusak, cacat, atau tercemar ( pasal 8 ayat 2 ), pelaku usaha yang mencantumkan klausula baku bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen di dalam dokumen dan/atau perjanjian.
         ( pasal 18 ayat 1 huruf b ) 2) Dihukum dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) terhadap : pelaku usaha yang melakukan penjualan secara obral dengan mengelabuhi / menyesatkan konsumen dengan menaikkan harga atau tarif barang sebelum melakukan obral, pelaku usaha yang menawarkan barang melalui pesanan yang tidak menepati pesanan atau waktu yang telah diperjanjikan, pelaku usaha periklanan yang memproduksi iklan yang tidak memuat informasi mengenai resiko pemakaian barang/jasa.
Dari ketentuan-ketentuan pidana yang disebutkan diatas yang sering dilanggar oleh para pelaku usaha masih ada lagi bentuk pelanggaran lain yang sering dilakukan oleh pelaku usaha, yaitu pencantuman kalusula baku tentang hak pelaku usaha untuk menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen dalam setiap nota pembelian barang. Klausula baku tersebut biasanya dalam praktiknya sering ditulis dalam nota pembelian dengan kalimat “Barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar atau dikembalikan” dan pencantuman klausula baku tersebut selain bisa dikenai pidana, selama 5 (lima) tahun penjara, pencantuman klausula tersebut secara hukum tidak ada gunanya karena di dalam pasal 18 ayat (3) UU no. 8 tahun 1999 dinyatakan bahwa klausula baku yang masuk dalam kualifikasi seperti, “barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar atau dikembalikan” automatis batal demi hukum.








SUMBER :