5. HUKUM PERJANJIAN
1) Standar Kontrak
Pengertian
Standar Kontrak
Yaitu perjanjian
yang isinya telah ditetapkan terlebih dahulu secara tertulis berupa
formulir-formulir yang digandakan dalam jumlah tidak terbatas, untuk ditawarkan
kepada para konsumen tanpa memperhatikan perbedaan kondisi para konsumen
(Johannes Gunawan).
Karakteristik Utama Standar Kontrak
§
Dibuat
agar suatu industri atau bisnis dapat melayani transaksi tertentu secara
efisien, khususnya untuk digunakan dalam aktivitas transaksional yang diperkirakan
akan berfrekuensi tinggi
§
Memberikan
pelayanan yang cepat bagi penggunanya, tetapi juga mampu memberikan kepastian
hukum bagi pembuatnya
§
Demi
pelayanan cepat, ditetapkan terlebih dahulu secara tertulis dan dipersiapkan
untuk dapat digandakan dan ditawarkan dalam jumlah sesuai kebutuhan
§
Isi
persyaratan distandarisir atau dirumuskan terlebih dahulu secara sepihak
§
Dibuat
untuk ditawarkan kepada publik secara massal.
Elemen Pokok Standar Kontrak
§ Isi
dari perjanjian yang berupa klausula-klausula disusun secara seragam untuk
diberlakukan pada para pihak yang terikat dalam perjanjian tanpa kecuali.
§ Hampir
tidak ada kebebasan bagi pihak yang menerima penawaran untuk melakukan
negosiasi ulang atas klausula-klausula yang disodorkan padanya.
§ Terdapat
hal-hal yang dibakukan, antara lain model, rumusan, bentuk.
Jenis-Jenis Standar Kontrak
a) Ditinjau dari segi pihak mana yang menetapkan
isi dan persyaratan kontrak sebelum mereka ditawarkan kepada konsumen secara
massal, dapat dibedakan menjadi :
§ kontrak standar yang isinya ditetapkan oleh
produsen/kreditur
§ kontrak standar yang isinya merupakan kesepakatan
dua atau lebih pihak
§ kontrak standar yang isinya ditetapkan oleh
pihak ketiga
b) Ditinjau dari format atau bentuk suatu
kontrak yang persyaratannya dibakukan, dapat dibedakan dua bentuk kontrak
standar, yaitu:
§ kontrak standar menyatu.
§ kontrak standar terpisah.
c) Ditinjau dari segi penandatanganan perjanjian
dapat dibedakan, antara:
§ kontrak standar yang baru dianggap mengikat
saat ditandatangani.
§ kontrak standar yang tidak perlu
ditandatangani saat penutupan .
Syarat Perumusan Standar Kontrak
§ Perancangan kontrak standar harus berpedoman
pada asas fairness dan reasonableness.
§ Persyaratan kontrak yang membebani salah satu
pihak secara tidak wajar (unconscionable bargain).
§ Kesadaran akan akibat-akibat pokok dari
pengikatan diri pada kontrak dalam waktu yang wajar sebelum penutupan
perjanjian.
§ Perhatian pada penerapan prinsip bahwa
penafsiran isi kontrak untuk keuntungan pihak yang berkedudukan lebih lemah.
2) Macam-macam Perjanjian
a) Perjanjian dengan
cumua-Cuma dan perjanjian dengan beban.
§
Perjanjian dengan Cuma-Cuma yaitu suatu
perjanjian dimana pihak yang satu memberikan suatu keuntungan kepada yang lain
tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. (Pasal 1314 ayat (2)
KUHPerdata).
§
Perjanjian dengan beban yaitu suatu perjanjian
dimana salah satu pihak memberikan suatu keuntungan kepada pihak lain dengan
menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri.
b) Perjanjian sepihak dan perjanjian timbal
balik.
§
Perjanjian sepihak adalah suatu perjanjian
dimana hanya terdapat kewajiban pada salah satu pihak saja.
§
Perjanjian timbal balik adalah suatu perjanjian
yang memberi kewajiban dan hak kepada kedua belah pihak.
c) Perjanjian konsensuil, formal dan riil.
§
Perjanjian konsensuil ialah perjanjian dianggap
sah apabila ada kata sepakat antara kedua belah pihak yang mengadakan
perjanjian tersebut.
§
Perjanjian formil ialah perjanjian yang harus
dilakukan dengan suatu bentuk tertentu, yaitu dengan cara tertulis.
§
Perjanjian riil ialah suatu perjanjian dimana
selain diperlukan adanya kata sepakat, harus diserahkan.
d) Perjanjian bernama, tidak bernama, dan
campuran.
§
Perjanjian bernama yaitu suatu perjanjian dimana
UU telah mengaturnya dengan ketentuan-ketentuan khusus yaitu dalam Bab V sampai
bab XIII KUHerdata ditambah titel VIIA.
§
Perjanjian tidak bernama yaitu perjanjian yang
tidak diatur secara khusus.
§
Perjanjian campuran yaitu perjanjian yang
mengandung berbagai perjanjian yang sulit di kualifikasikan.
3) Syarat Sahnya Perjanjian
Pengertian Syarat Sah Perjanjian
yaitu syarat-syarat yang diperlukan agar suatu
perjanjian atau kontrak itu sah dan mengikat secara hukum. Sebagaimana yang dimaksud
dalam pasal 1320 KUH Perdata tentang syarat sahnya perjanjian, yang terdiri
dari :.
a)
Adanya kesepakatan kehendak (Consensus, Agreement)
Dengan syarat kesepakatan kehendak dimaksudkan agar
suatu kontrak dianggap saah oleh hukum, kedua belah pihak mesti ada kesesuaian
pendapat tentang apa yang diatur oleh kontrak tersebut. Oleh hukum umumnya
diterima teori bahwa kesepakatan kehendak itu ada jika tidak terjadinya salah
satu unsur-unsur sebagai berikut.
§
Paksaan (dwang, duress)
§
Penipuan (bedrog, fraud)
§
Kesilapan (dwaling, mistake)
Sebagaimana
pada pasal 1321 KUH Perdata menentukan bahwa kata sepakat tidak sah apabila
diberikan karena kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau penipuan.
b)
Wenang / Kecakapan berbuat menurut hukum (Capacity)
Syarat wenang berbuat maksudnya adalah bahwa pihak yang
melakukan kontrak haruslah orang yang oleh hukum memang berwenang membuat
kontrak tersebut. Sebagaimana pada pasal 1330 KUH Perdata menentukan bahwa
setiap orang adalah cakap untuk membuat perikatan, kecuali undang-undang
menentukan bahwa ia tidak cakap. Mengenai orang-orang yang tidak cakap untuk
membuat perjanjian dapat kita temukan dalam pasal 1330 KUH Perdata, yaitu :
§
Orang-orang yang belum dewasa
§
Mereka yang berada dibawah pengampuan
§
Wanita yang bersuami. Ketentuan ini dihapus
dengan berlakunya Undang-Undang No.1 tahun 1974 tentang perkawinan. Karena
pasal 31 Undang-Undang ini menentukan bahwa hak dan kedudukan suami istri
adalah seimbang dan masing-masing berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
§
Syarat sah yang objektif berdasarkan pasal 1320
KUH Perdata
Disebut
dengan syarat objektif karena berkenaan dengan obyek perjanjian. Konsekuensi
hukum apabila tidak terpenuhinya salah satu objektif akibatnya adalah kontrak
yang dibuat batal demi hukum. Jadi sejak kontrak tersebut dibuat kontrak
tersebut telah batal.
c)
Obyek / Perihal tertentu
Dengan syarat perihal tertentu dimaksudkan bahwa suatu
kontrak haruslah berkenaan dengan hal yang tertentu, jelas dan dibenarkan oleh
hukum. Mengenai hal ini dapat kita temukan dalam pasal 1332 ddan1333 KUH
Perdata.
Pasal 1332 KUH Perdata menentukan bahwa “Hanya
barang-barang yang dapat diperdagangkan saja dapat menjadi pokok suatu
perjanjian”
Sedangkan pasal 1333 KUH Perdata menentukan bahwa “Suatu
perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling sedikit
ditentukan jenisnya Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak tentu,
asal saja jumlah itu terkemudian dapat ditentukan / dihitung”.
d)
Kausa yang diperbolehkan / halal / legal
adalah bahwa suatu kontrak haruslah dibuat dengan maksud
/ alasan yang sesuai hukum yang berlaku. Jadi tidak boleh dibuat kontrak untuk
melakukan hal-hal yang bertentangan dengan hukum. Dan isi perjanjian tidak
dilarang oleh undang-undang atau tidak bertentangan dengan kesusilaan /
ketertiban umum (Pasal 1337 KUH Perdata). Selain itu pasal 1335 KUH Perdata
juga menentukan bahwa suatu perjanjian yang dibuat tanpa sebab atau dibuat
karena suatu sebab yang palsu atau terlarang adalah tidak mempunyai kekuatan
hukum.
4) Saat Lahirnya Perjanjian
Menetapkan kapan saat lahirnya perjanjian
mempunyai arti penting bagi :
§
Kesempatan penarikan kembali penawaran
§
Penentuan resiko
§
Saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa
§
Menentukan tempat terjadinya perjanjian.
Berdasarkan
Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) BW/KUHPerdata dikenal adanya asas konsensual, yang
dimaksud adalah bahwa perjanjian/kontrak lahir pada saat terjadinya
konsensus/sepakat dari para pihak pembuat kontrak terhadap obyek yang
diperjanjikan.
Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat konsensual.
Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat konsensual.
Sedang yang
dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak atau persesuaian kehendak
antara para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan memberikan
persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia memang menghendaki apa
yang disepakati.
Mariam Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai pernyataan kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antar pihak-pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak yang menerima penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie). Jadi pertemuan kehendak dari pihak yang menawarkan dan kehendak dari pihak yang akeptasi itulah yang disebut sepakat dan itu yang menimbulkan/melahirkan kontrak/perjanjian.
Mariam Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai pernyataan kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antar pihak-pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak yang menerima penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie). Jadi pertemuan kehendak dari pihak yang menawarkan dan kehendak dari pihak yang akeptasi itulah yang disebut sepakat dan itu yang menimbulkan/melahirkan kontrak/perjanjian.
Ada beberapa teori yang bisa digunakan untuk
menentukan saat lahirnya kontrak yaitu:
§
Teori Pernyataan (Uitings Theorie)
Menurut teori ini, kontrak telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran telah ditulis surat jawaban penerimaan. Dengan kata lain kontrak itu ada pada saat pihak lain menyatakan penerimaan/akseptasinya.
Menurut teori ini, kontrak telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran telah ditulis surat jawaban penerimaan. Dengan kata lain kontrak itu ada pada saat pihak lain menyatakan penerimaan/akseptasinya.
§
Teori Pengiriman (Verzending Theori).
Menurut teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya kontrak. Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya kontrak.
Menurut teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya kontrak. Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya kontrak.
§
Teori
Pengetahuan (Vernemingstheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat jawaban akseptasi diketahui isinya oleh pihak yang menawarkan.
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat jawaban akseptasi diketahui isinya oleh pihak yang menawarkan.
§
Teori penerimaan (Ontvangtheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban, tak peduli apakah surat tersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah saat surat tersebut sampai pada alamat si penerima surat itulah yang dipakai sebagai patokan saat lahirnya kontrak.
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban, tak peduli apakah surat tersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah saat surat tersebut sampai pada alamat si penerima surat itulah yang dipakai sebagai patokan saat lahirnya kontrak.
5) Pembatalan dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian
Pengertian Pembatalan
Dalam uraian ini mengandung dua macam kemungkinan alasan, yaitu
pembatalan karena tidak memenuhi syarat subyektif, dan pembatalan karena adanya
wanprestasi dari debitur.
Pembatalan dapat dilakukan dengan tiga syarat
yakni:
§ Perjanjian
harus bersifat timbale balik (bilateral).
§ Harus
ada wanprestasi (breach of contract).
§ Harus
dengan putusan hakim (verdict)
Pelaksanaan Perjanjian
yaitu realisasi atau pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan
oleh pihak- pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya. Pelaksanaan
perjanjian pada dasarnya menyangkut soal pembayaran dan penyerahan barang yang
menjadi objek utama perjanjian. Pembayaran dan penyerahan barang dapat terjadi
secara serentak. Mungkin pembayaran lebih dahulu disusul dengan penyerahan
barang atau sebaliknya penyerahan barang dulu baru kemudian pembayaran.
Ø Pembayaran
§
Pihak yang melakukan pembayaran pada dasarnya
adalah debitur yang menjadi pihak dalam perjanjian
§
Alat bayar yang digunakan pada umumnya adalah
uang
§
Tempat
pembayaran dilakukan sesuai dalam perjanjian
§
Media
pembayaran yang digunakan
§
Biaya penyelenggaran pembayaran
Ø Penyerahan Barang
Yaitu penyerahan suatu barang oleh pemilik atau atas
namanya kepada orang lain, sehingga orang lain ini memperoleh hak milik atas
barang tersebut. Syarat- syarat penyerahan barang atau lavering adalah sebagai
berikut:
§ Harus
ada perjanjian yang bersifat kebendaan
§ Harus
ada alas hak (title), dalam hal ini ada dua teori yang sering digunakan yaitu teori
kausal dan teori abstrak
§ Dilakukan orang yang berwenang mengusai benda
§ Penyerahan
harus nyata (feitelijk)
Ø Penafsiran dalam
Pelaksanaan Perjanjian
Dalam suatu
perjanjian, pihak- pihak telah menetapkan apa- apa yang telah disepakati.
Apabila yang telah disepakati itu sudah jelas menurut kata- katanya, sehingga
tidak mungkin menimbulkan keraguan- keraguan lagi, tidak diperkenankan
memberikan pengewrtian lain. Dengan kata laintidak boleh ditafsirkan lain
(pasal 1342 KUHPdt). Adapun pedoman untuk melakukan penafsiran dalam
pelaksanaan perjanjian, undang- undang memberikan ketentuan- ketentuan sebagai
berikut:
§ Maksud
pihak- pihak
§ Memungkinkan janji itu dilaksanakan
§ Kebiasaan
setempat
§ Dalam
hubungan perjanjian keseluruhan
§ Penjelasan
dengan menyebutkan contoh
§ Tafsiran
berdasarkan akal sehat
SUMBER :
http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2011/05/hukum-perjanjian-2/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar