13. ANTI
MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT
1.
Pengertian
Yaitu bentuk organisasi pasar dimana terdapat perusahaan
tunggal yang menjual komoditi yang tidak mempunyai subtitusi sempurna.
Perusahaan itu sekaligus merupakan industri dan menghadapi kurva permintaan
industri yang memiliki kemiringan negatif untuk komoditi itu.
2. Azas dan Tujuan
Ø Asas
Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
Pelaku usaha di Indonesia dalam menjalankan kegiatan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan memperhatikan keseimbangan antara kepentingan pelaku usaha dan kepentingan umum.
Ø
Tujuan
Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang cenderung mengurangi dan atau menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari UU persaingan usaha adalah promoting competition dan memperkuat kedaulatan konsumen.
Undang-Undang (UU) persaingan usaha adalah Undang-undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (UU No.5/1999) yang bertujuan untuk memelihara pasar kompetitif dari pengaruh kesepakatan dan konspirasi yang cenderung mengurangi dan atau menghilangkan persaingan. Kepedulian utama dari UU persaingan usaha adalah promoting competition dan memperkuat kedaulatan konsumen.
3.
Kegiatan
yang dilarang
Kegiatan yang dilarang berposisi dominan menurut pasal 33
ayat 2.Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai
pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar
yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara
pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan,
kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan
pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu. Menurut pasal 33 ayat 2 “
Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai hajat hidup orang
banyak dikuasai oleh negara.” Jadi, sektor-sektor ekonomi seperti air, listrik,
telekomunikasi, kekayaan alam dikuasai negara tidak boleh dikuasai swasta
sepenuhnya
4.
Perjanjian
yang dilarang
Jika dibandingkan dengan pasal 1313
KUH Perdata, UU No.5/199 lebih menyebutkan secara tegas pelaku usaha sebagai
subyek hukumnya, dalam undang-undang tersebut, perjanjian didefinisikan sebagai
suatu perbuatan satu atau lebih pelaku usaha untuk mengikatkan diri terhadap
satu atau lebih pelaku usaha lain dengan nama apapun, baik tertulis maupun
tidak tertulis . Hal ini namun masih menimbulkan kerancuan. Perjanjian dengan
”understanding” apakah dapat disebut sebagai perjanjian. Perjanjian yang lebih
sering disebut sebagai tacit agreement ini sudah dapat diterima oleh UU Anti
Monopoli di beberapa negara, namun dalam pelaksanaannya di UU No.5/1999 masih
belum dapat menerima adanya ”perjanjian dalam anggapan” tersebut.
Sebagai perbandingan dalam pasal 1 Sherman Act yang dilarang adalah bukan hanya perjanjian (contract), termasuk tacit agreement tetapi juga combination dan conspiracy. Jadi cakupannya memang lebih luas dari hanya sekedar ”perjanjian” kecuali jika tindakan tersebut—collusive behaviour—termasuk ke dalam kategori kegiatan yang dilarang dalam bab IV dari Undang-Undang Anti Monopoli .
Sebagai perbandingan dalam pasal 1 Sherman Act yang dilarang adalah bukan hanya perjanjian (contract), termasuk tacit agreement tetapi juga combination dan conspiracy. Jadi cakupannya memang lebih luas dari hanya sekedar ”perjanjian” kecuali jika tindakan tersebut—collusive behaviour—termasuk ke dalam kategori kegiatan yang dilarang dalam bab IV dari Undang-Undang Anti Monopoli .
Perjanjian yang dilarang dalam UU
No.5/1999 tersebut adalah perjanjian dalam bentuk sebagai berikut :
v
Oligopoli
v
Penetapan harga
v
Pembagian wilayah
v
Pemboikotan
v
Kartel
v
Trust
v
Oligopsoni
v
Integrasi vertical
v
Perjanjian tertutup
v
Perjanjian dengan pihak luar negeri
Ø
Perjanjian yang dilarang penggabungan, peleburan,
dan pengambil-alihan
v Penggabungan
adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan/Badan Usaha atau
lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan/Badan Usaha lain yang telah ada
yang mengakibatkan aktiva dan pasivadari Perseroan/Badan Usaha yang
menggabungkan beralih karena hukum kepadaPerseroan/Badan Usaha yang menerima
Penggabungan dan selanjutnya Perseroan/Badan Usaha yang menggabungkan diri
berakhir karena hukum.
v Peleburan
adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan/Badan Usaha atau
lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu Perseroan/Badan Usaha
baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari Perseroan/Badan Usaha
yang meleburkan diri dan Perseroan/Badan Usaha yang meleburkan diri berakhir
karena hukum.
v Pengambilalihan
adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh pelaku usaha untuk memperoleh atau
mendapatkan baik seluruh atau sebagian saham dan atau aset Perseroan/Badan
Usaha. yang dapat mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap
Perseroan/Badan Usaha tersebut Terdapat sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan
usaha yang dikecualikan dari aturan UU No. 5/1999 (sebagaimana diatur di pasal
50 dan 51 UU No.5/1999). Sepuluh jenis perjanjian dan kegiatan usaha yang
dikecualikan tersebut berpotensi menimbulkan masalah dalam pelaksanaannya
karena dimungkinkan munculnya penafsiran yang berbeda-beda antara pelaku usaha
dan KPPU tentang bagaimana seharusnya melaksanakan sepuluh jenis perjanjian dan
kegiatan usaha tersebut tanpa melanggar UU No. 5/1999.
5.
Hal-hal yang
dikecualikan dalam UU Anti Monopoli
Hal-hal yang dilarang oleh
Undang-Undang Anti Monopoli adalah sebagai berikut :
Ø
Perjanjian-perjanjian tertentu yang berdampak
tidak baik untuk persaingan pasar,
yang terdiri dari :
yang terdiri dari :
ü
Oligopoli
ü
Penetapan harga
ü
Pembagian wilayah
ü
Pemboikotan
ü
Kartel
ü
Trust
ü
Oligopsoni
ü
Integrasi vertical
ü
Perjanjian tertutup
ü
Perjanjian dengan pihak luar negeri
Ø
Kegiatan-kegiatan tertentu yang berdampak tidak
baik untuk persaingan pasar,
yang meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
yang meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
ü
Monopoli
ü
Monopsoni
ü
Penguasaan pasar
ü
Persekongkolan
ü
Posisi dominan, yang meliputi :
(a) Pencegahan konsumen untuk memperoleh barang atau jasa yang bersaing
(b) Pembatasan pasar dan pengembangan teknologi
(c) Menghambat pesaing untuk bisa masuk pasar
(d) Jabatan rangkap
(e) Pemilikan saham
(f) Merger, akuisisi, konsolidasi
(a) Pencegahan konsumen untuk memperoleh barang atau jasa yang bersaing
(b) Pembatasan pasar dan pengembangan teknologi
(c) Menghambat pesaing untuk bisa masuk pasar
(d) Jabatan rangkap
(e) Pemilikan saham
(f) Merger, akuisisi, konsolidasi
6.
Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
Komisi Pengawas
Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia yang
dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang larangan
praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
a)
KPPU menjalankan tugas untuk mengawasi tiga hal pada UU
tersebut:
Perjanjian yang dilarang, yaitu melakukan perjanjian dengan pihak lain untuk secara bersama-sama mengontrol produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat seperti perjanjian penetapan harga, diskriminasi harga, boikot, perjanjian tertutup, oligopoli, predatory pricing, pembagian wilayah, kartel, trust (persekutuan), dan perjanjian dengan pihak luar negeri yang dapat menyebabkan persaingan usaha tidak sehat.
Perjanjian yang dilarang, yaitu melakukan perjanjian dengan pihak lain untuk secara bersama-sama mengontrol produksi dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat seperti perjanjian penetapan harga, diskriminasi harga, boikot, perjanjian tertutup, oligopoli, predatory pricing, pembagian wilayah, kartel, trust (persekutuan), dan perjanjian dengan pihak luar negeri yang dapat menyebabkan persaingan usaha tidak sehat.
b)
Kegiatan yang dilarang, yaitu melakukan kontrol
produksi dan/atau pemasaran melalui pengaturan pasokan, pengaturan pasar yang
dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat.
c)
Posisi dominan, pelaku usaha yang menyalahgunakan
posisi dominan yang dimilikinya untuk membatasi pasar, menghalangi hak-hak
konsumen, atau menghambat bisnis pelaku usaha lain.
Dalam pembuktian, KPPU menggunakan unsur pembuktian per se illegal, yaitu sekedar membuktikan ada tidaknya perbuatan, dan pembuktian rule of reason, yang selain mempertanyakan eksistensi perbuatan juga melihat dampak yang ditimbulkan.
Dalam pembuktian, KPPU menggunakan unsur pembuktian per se illegal, yaitu sekedar membuktikan ada tidaknya perbuatan, dan pembuktian rule of reason, yang selain mempertanyakan eksistensi perbuatan juga melihat dampak yang ditimbulkan.
Ø
Keberadaan KPPU diharapkan menjamin hal-hal
berikut di masyarakat:
1. Konsumen tidak lagi menjadi korban posisi produsen sebagai price taker
2. Keragaman produk dan harga dapat memudahkan konsumen menentukan pilihan
3. Efisiensi alokasi sumber daya alam
4. Konsumen tidak lagi diperdaya dengan harga tinggi tetapi kualitas seadanya, yang
1. Konsumen tidak lagi menjadi korban posisi produsen sebagai price taker
2. Keragaman produk dan harga dapat memudahkan konsumen menentukan pilihan
3. Efisiensi alokasi sumber daya alam
4. Konsumen tidak lagi diperdaya dengan harga tinggi tetapi kualitas seadanya, yang
lazim ditemui pada pasar monopoli
5. Kebutuhan konsumen dapat dipenuhi karena produsen telah meningkatkan kualitas
5. Kebutuhan konsumen dapat dipenuhi karena produsen telah meningkatkan kualitas
dan layanannya
6. Menjadikan harga barang dan jasa ideal, secara kualitas maupun biaya produksi
7. Membuka pasar sehingga kesempatan bagi pelaku usaha menjadi lebih banyak
8. Menciptakan inovasi dalam perusahaan
6. Menjadikan harga barang dan jasa ideal, secara kualitas maupun biaya produksi
7. Membuka pasar sehingga kesempatan bagi pelaku usaha menjadi lebih banyak
8. Menciptakan inovasi dalam perusahaan
7.
Sanksi
Pasal 36 UU Anti Monopoli, salah
satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian, penyelidikan dan menyimpulkan
hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU juga berwenang menjatuhkan
sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar UU Anti Monopoli. Apa
saja yang termasuk dalam sanksi administratif diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) UU
Anti Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan kewenangan menjatuhkan sanksi
administratif,
UU Anti Monopoli juga mengatur mengenai sanksi pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara pidana tambahan dijelaskan dalam Pasal 49.
Pasal 48
UU Anti Monopoli juga mengatur mengenai sanksi pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara pidana tambahan dijelaskan dalam Pasal 49.
Pasal 48
v Pelanggaran
terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9 sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai
dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27, dan Pasal 28 diancam pidana denda
serendah-rendahnya Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupiah) dan
setinggi-tingginya Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah), atau pidana
kurungan pengganti denda selama-lamanya 6 (enam) bulan.
v Pelanggaran
terhadap ketentuan Pasal 5 sampai dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai
dengan Pasal 24, dan Pasal 26 Undang-Undang ini diancam pidana denda
serendah-rendahnya Rp5.000.000.000 ( lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya
Rp25.000.000.000 (dua puluh lima miliar rupialh), atau pidana kurungan
pengganti denda selama-lamanya 5 (lima) bulan.
v
Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41
Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp1.000.000.000 (satu
miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah),
atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga) bulan.
Pasal 49
Pasal 49
Dengan menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:
a. pencabutan izin usaha; atau
b. larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau
c. penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang menyebabkan timbulnva kerugian pada pihak lain.
Aturan ketentuan pidana di dalam UU Anti Monopoli menjadi aneh lantaran tidak menyebutkan secara tegas siapa yang berwenang melakukan penyelidikan atau penyidikan dalam konteks pidana.
SUMBER :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar