Kamis, 27 Juni 2013

PERLINDUNGAN KONSUMEN


12. PERLINDUNGAN KONSUMEN


1.  Pengertian Konsumen

Yaitu setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

2.  Azas dan Tujuan

Ø  Asas perlindungan konsumen
Berdasarkan UU Perlindungan Konsumen pasal 2, ada lima asas perlindungan konsumen.
v  Asas manfaat
Maksud asas ini adalah untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar- besarnya bagi kepentingankonsumen dan pelau usaha secara keseluruhan.

v  Asas keadilan
Asas ini dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat bias diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknyadan melaksanakan kewajibannya secara adil.

v  Asas keseimbangan
Asas ini dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti material maupun spiritual.

v  Asas keamanan dan keselamatan konsumen
Asas ini dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang/jasa yang dikonsumsi atau digunakan.

v  Asas kepastian hukum
Asas ini dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta Negara menjamin kepastian hukum.

Ø  Tujuan perlindungan konsumen

Dalam UU Perlindungan Konsumen Pasal 3, disebutkan bahwa tujuan perlindungan konsumen adalah sebagai berikut.

v  Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk
v  melindungi diri.
v  mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari
v  ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa.
v  Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, dan menuntut
v  hak-haknya sebagai konsumen.
v  Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum 
   dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.
v  Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen 
   sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha.
v  Meningkatkan kualitas barang/jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang 
   dan jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.

3.   Hak dan Kewajiban Konsumen

Sebagai pemakai barang/jasa, konsumen memiliki sejumlah hak dan kewajiban. Pengetahuan tentang hak-hak konsumen sangat penting agar orang bisa bertindak sebagai konsumen yang kritis dan mandiri. Tujuannya, jika ditengarai adanya tindakan yang tidak adil terhadap dirinya, ia secara spontan menyadari akan hal itu. Konsumen kemudian bisa bertindak lebih jauh untuk memperjuangkan hak-haknya. Dengan kata lain, ia tidak hanya tinggal diam saja ketika menyadari bahwa hak-haknya telah dilanggar oleh pelaku usaha. 
Berdasarkan UU Perlindungan konsumen pasal 4, hak-hak konsumen sebagai berikut :
v    Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang/jasa.
v    Hak untuk memilih dan mendapatkan barang/jasa sesuai dengan nilai tukar dan kondisi 
    serta jaminan yang dijanjikan .
v    Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang/jasa.
v    Hak untuk didengar pendapat keluhannya atas barang/jasa yang digunakan.
v    Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa 
    perlindungan konsumen secara patut.
v    Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.
v    Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskrimainatif.
v    Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, atau penggantian, jika barang/jasa yang 
    diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
v    Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Disamping hak-hak dalam pasal 4 juga terdapat hak-hak konsumen yang dirumuskan dalam pasal 7, yang mengatur tentang kewajiban pelaku usaha. Kewajiban dan hak merupakan antinomi dalam hukum, sehingga kewajiban pelaku usaha merupakan hak konsumen. selain hak-hak yang disebutkan tersebut ada juga hak untuk dilindungi dari akibat negatif persaingan curang. Hal ini dilatarbelakangi oleh pertimbangan bahwa kegiatan bisnis yang dilakukan oleh pengusaha sering dilakukan secara tidak jujur yang dalam hukum dikenal dengan terminologi ” persaingan curang”.
Di Indonesia persaingan curang ini diatur dalam UU No. 5 tahun 1999 tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat, juga dalam pasal 382 bis KUHP. Dengan demikian jelaslah bahwa konsumen dilindungi oleh hukum, hal ini terbukti telah diaturnya hak-hak konsumenyang merupakan kewajiban pelaku usaha dalam UU No. 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, termasuk didalamnya juga diatur tentang segala sesuatu yang berkaitan apabila hak konsumen, misalnya siapa yang melindungi konsumen, bagaimana konsumen memperjuangkan hak-haknya.
Ø  Kewajiban Konsumen
Kewajiban Konsumen Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Kewajiban Konsumen adalah :
v     Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan 
     barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan
v     Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa
v   Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati
v   Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

4.      Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha

Seperti halnya konsumen, pelaku usaha juga memiliki hak dan kewajiban. Hak pelaku usaha sebagaimana diatur dalam Pasal 6 UUPK adalah:
v      hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan 
      nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan
v      hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik
v      hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum 
      sengketa konsumen
v     hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen 
     tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan
v     hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

Sedangkan kewajiban pelaku usaha menurut ketentuan Pasal 7 UUPK adalah:
v       beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya
v       memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan 
      barang atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan
v      memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif
v      menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan 
     berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku
v     memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba barang atau jasa 
     tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat atau 
     yang diperdagangkan
v     memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat 
     penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
v     memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang 
     dterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

5.      Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha

perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha diatur dalamPasal 8 – 17 UU PK. Ketentuan-ketentuan ini kemudian dapat dibagi kedalam 3 kelompok, yakni:
1.      larangan bagi pelaku usaha dalam kegiatan produksi (Pasal 8 )
2.      larangan bagi pelaku usaha dalam kegiatan pemasaran (Pasal 9 – 16)
3.      larangan bagi pelaku usaha periklanan (Pasal 17)

Ada 10 larangan bagi pelaku usaha sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (1) UU PK, yakni pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang:
v       tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan 
      peraturan perundang-undangan
v      tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan
      sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut
v      tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran 
      yang sebenarnya
v      tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana 
     dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut
v      tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau 
     penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang atau
     jasa tersebut
v     tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau 
     promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut
v     tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/pemanfaatan 
     yang paling baik atas barang tertentu
v     tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan “halal”
     yang dicantumkan dalam label
v     tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, 
     ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat 
     sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang 
     menurut ketentuan harus di pasang/dibuat
v     tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam
     bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
6.      Klausula Baku dalam Perjanjian

Yaitu setiap aturan atau ketentuan dan syarat-syarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan / atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen, klausula Baku aturan sepihak yang dicantumkan dalam kuitansi, faktur / bon, perjanjian atau dokumen lainnya dalam transaksi jual beli tidak boleh merugikan konsumen.


7.      Tanggung Jawab Pelaku Usaha

       Setiap pelaku usaha harus bertanggung jawab atas produk yang dihasilkan atau diperdagangkan. Tanggung jawab produk timbul dikarenakan kerugian yang dialami konsumen sebagai akibat dari “ produk yang cacat “, bisa dikarenakan kekurang cermatan dalam memproduksi, tidak sesuai dengan yang diperjanjikan atau kesalahan yang dilakukan oleh pelaku usaha. Dengan kata lain, pelaku usaha ingkar janji atau melakukan perbuatan melawan hukum.
       Di dalam undang-undang nomor 8 tahun 1999 diatur psal 19 sampai dengan pasal 28. di dalam pasal 19 mengatur tanggung jawab kesalahan pelaku usaha terhadap produk yang dihasilkan atau diperdagangkan dengan memberi ganti kerugian atas kerusakan, pencemaran, kerusakan, kerugian konsumen.
       Sementara itu, pasal 20 dan pasal 21 mengatur beban dan tanggung jawab pelaku usaha tanpa menutup kemungkinan bagi jaksa untuk melakukan pembuktian, sedangkan pasal 22 menentukan bahwa pembuktian terhadap ada tidaknya unsure kesalahan dalam kasus pidana sebagaimana telah diatur dalam pasal 19.
Di dalam pasal 27 disebut hal-hal yang membebaskan pelaku usaha dari tanggung jawab atas kerugian yand diderita konsumen, apabila :
v  barang tersebut terbukti seharusnya tidak diedarkan atau tidak dimaksud untuk diedarkan
v  cacat barang timbul pada kemudian hari
v  cacat timul akibat ditaatinya ketentuan mengenai kualifikasi barang
v  kelalaian yang diakibatkan oleh konsumen
v  lewatnya jangka waktu penuntutan 4 tahun sejak barang dibeli atau lewat jangka waktu 
   yang diperjanjikan.

8.      Sanksi

         Dalam pasal 62 Undang-undang No. 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen tersebut telah diatur tentang pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh Pelaku usaha diantaranya sebagai berikut : 1) Dihukum dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000.000,- (dan milyard rupiah) terhadap : pelaku usaha yang memproduksi atau memperdagangkan barang yang tidak sesuai dengan berat, jumlah, ukuran, takaran, jaminan, keistimewaan, kemanjuran, komposisi, mutu sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau keterangan tentang barang tersebut ( pasal 8 ayat 1 ), pelaku usaha yang tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa ( pasal 8 ayat 1 ), memperdagangkan barang rusak, cacat, atau tercemar ( pasal 8 ayat 2 ), pelaku usaha yang mencantumkan klausula baku bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen di dalam dokumen dan/atau perjanjian.
         ( pasal 18 ayat 1 huruf b ) 2) Dihukum dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah) terhadap : pelaku usaha yang melakukan penjualan secara obral dengan mengelabuhi / menyesatkan konsumen dengan menaikkan harga atau tarif barang sebelum melakukan obral, pelaku usaha yang menawarkan barang melalui pesanan yang tidak menepati pesanan atau waktu yang telah diperjanjikan, pelaku usaha periklanan yang memproduksi iklan yang tidak memuat informasi mengenai resiko pemakaian barang/jasa.
Dari ketentuan-ketentuan pidana yang disebutkan diatas yang sering dilanggar oleh para pelaku usaha masih ada lagi bentuk pelanggaran lain yang sering dilakukan oleh pelaku usaha, yaitu pencantuman kalusula baku tentang hak pelaku usaha untuk menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen dalam setiap nota pembelian barang. Klausula baku tersebut biasanya dalam praktiknya sering ditulis dalam nota pembelian dengan kalimat “Barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar atau dikembalikan” dan pencantuman klausula baku tersebut selain bisa dikenai pidana, selama 5 (lima) tahun penjara, pencantuman klausula tersebut secara hukum tidak ada gunanya karena di dalam pasal 18 ayat (3) UU no. 8 tahun 1999 dinyatakan bahwa klausula baku yang masuk dalam kualifikasi seperti, “barang yang sudah dibeli tidak dapat ditukar atau dikembalikan” automatis batal demi hukum.








SUMBER :


Tidak ada komentar:

Posting Komentar