Tulisan
Bebas 3
PENDAPATAN
PER KAPITA
Indonesia
Disusun
:
“Kelompok 9”
§ Diana
Aprianti 22211042
§ Linda
Rustiani 24211109
§ Taruli
Gultoem 28211268
§ Yenni
Valentine 27211505
1EB22
Kalimalang
April 2012
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Pendapatan per
kapita adalah pendapatan rata-rata penduduk di suatu negara. Pendapatan per
kapita diperoleh dari hasil pembagian pendapatan nasional suatu negara dengan
jumlah penduduknya. Pendapatan per kapita juga merefleksikan produk domestik
bruto (PDB) per kapita.
Pendapatan per
kapita itu sering digunakan sebagai tolok ukur kemakmuran dan tingkat
pembangunan sebuah negara. Semakin besar pendapatan per kapitanya, makin makmur
negara tersebut.
Di tengah
demonstrasi buruh marak menuntut kenaikan upah minimum, Badan Pusat
Statistik (BPS) merilis data terbaru. Pendapatan per kapita masyarakat
Indonesia, menurut BPS, meningkat selama tiga tahun terakhir, rata-rata naik
12,9 persen per tahun.
B.
Tujuan
Penulisan
Tujuan dari
penulisan ini adalah untuk menambah wawasan masyarakat dalam memahami bagaimana
tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia yang tercermin dari pendapatan per
kapita Indonesia dari tahun ke tahun.
Tujuan lain
dari penulisan ini juga untuk memenuhi tugas berupa tulisan mata kuliah
Perekonomian Indonesia yang adaptif terhadap pengembangan softskill.
C.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana pendapatan per kapita Negara
Indonesia selama kurun waktu empat tahun terakhir?
2.
Bagaimana pengaruh pendapatan per kapita
terhadap perekonomian Indonesia?
3.
Bagaimana target yang ditetapkan untuk
pendapatan per kapita Indonesia beberapa tahun ke depan?
4.
Usaha apa saja yang perlu dilakukan oleh
masyarakat Indonesia untuk mencapai target pendapatan per kapita yang telah
direncanakan?
BAB
II
ISI
A. Pendapatan Per kapita Indonesia Tahun
2008
Pendapatan per kapita Indonesia pada
2008 mengalami peningkatan dibanding 2007 lalu. Badan Pusat Statistik mencatat
sebesar Rp 21,7 juta atau setara dengan US$ 2.271,2 per orang per tahun. Kepala
BPS, Rusman Heriawan mengatakan bahwa ini merupakan peningkatan yang cukup
besar 23,6 persen jika dibandingkan tahun 2007 sebesar Rp 17,5 juta atau setara
US$ 1.942,1. Angka ini merupakan PDB total dibagi dengan jumlah penduduk dibagi
rata-rata kurs tahun 2008. Dalam penghitungan PDB per kapita tersebut, BPS
menggunakan kurs realisasi ekpor dan impor, bukan kurs yang ditetapkan Bank
Indonesia.
BPS sebelumnya mencapat PDB Indonesia sepanjang 2008 sebesar 6,1 persen.
Sedangkan triwulan IV 2008 sebesar 5,2 persen atau minus 3,6 persen
dibandingkan triwulan sebelumnya.
"Secara year on year triwulanan memang jauh di bawah enam persen.
Bahkan kalau dilihat dari q to q, minus 3,6 persen. Ini bukan surprise karena
dalam tiga tahun terakhir, setiap triwulan IV memang selalu kontraksi. Jadi ini
bukan sesuatu yang luar biasa," kata Rusman. Rusman menjelaskan,
pemerintah sepakat Indonesia sudah terkena dampak krisis pada triwulan IV 2008.
Namun kondisi ini tidak hanya terjadi di Indonesia saja. "Semua negara
yang ekonominya ditunjang ekspor, seperti Singapura, Jepang, semuanya tidak ada
yang mengatakan pertumbuhan ekonominya positif," kata dia.
Triwulan IV, hampir semua negara pertumbuhannya kontraksi. "Cuma
kepararahannya, barangkali Indonesia masih lebih baik. Jadi Amerika kena
duluan, kemudian negara-negara yang punya hubungan dengan Amerika, ramai-ramai
mengumumkan pertumbuhannya kontraksi," kata dia.
B. Pendapatan Perkapita Indonesia
Tahun 2009
Pertumbuhan
ekonomi Indonesia tahun 2009 yang mencapai 4,5% membuat pendapatan per kapita
Indonesia pada tahun 2009 naik menjadi Rp 24,3 juta (US$ 2.590,1) dibandingkan
tahun 2008 yang sebesar Rp 21,7 juta (US$ 2.269,9). Hal ini disampaikan oleh
Deputi Neraca dan Bidang Analisis Statistik Slamet Sutomo.
PDB
per kapita merupakan PDB (atas dasar harga berlaku) dibagi dengan jumlah
penduduk pertengahan tahun. Pada tahun 2009 angka PDB per kapita diperkirakan
mencapai Rp24,3 juta (US$ 2.590,1) dengan laju peningkatan sebesar 12,0 persen
dibandingkan dengan PDB per kapita tahun 2008 yang sebesar Rp21,7 juta (US$
2.269,9).
Dengan
pencapaian pertumbuhan ekonomi sebesar 4,5% di 2009, maka nilai PDB Indonesia
secara keseluruhan pada tahun 2009 mencapai Rp 2.177 triliun, sedangkan pada
tahun 2008 dan 2007 masing-masing sebesar Rp 2.082,3 triliun dan Rp 1.964,3
triliun.
Bila
dilihat berdasarkan harga berlaku, PDB tahun 2009 naik sebesar Rp 662,0
triliun, yaitu dari Rp 4.951,4 triliun pada tahun 2008 menjadi sebesar Rp5.613,4
triliun pada tahun 2009.
Selama
tahun 2009, semua sektor ekonomi mengalami pertumbuhan. Pertumbuhan tertinggi
terjadi pada Sektor Pengangkutan dan Komunikasi yang mencapai 15,5 persen,
diikuti oleh Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih 13,8 persen, Sektor Konstruksi
7,1 persen, Sektor Jasa-jasa 6,4 persen, Sektor Keuangan, Real Estat dan Jasa
Perusahaan 5,0 persen, Sektor Pertambangan dan Penggalian 4,4 persen, Sektor
Pertanian 4,1 persen, dan Sektor Industri Pengolahan 2,1 persen, serta Sektor
Perdagangan, Hotel dan Restoran 1,1 persen. Pertumbuhan PDB tanpa migas pada
tahun 2009 mencapai 4,9 persen yang berarti lebih tinggi dari pertumbuhan PDB
secara keseluruhan yang besarnya 4,5 persen.
C. Pendapatan Perkapita Indonesia
Tahun 2010
Perekonomian
Indonesia memang sedang naik daun. Ketika dunia dilanda krisis, perekonomian
Indonesia masih dapat tumbuh positif, bahkan hingga 4,5 persen pada 2009. Padahal,
tahun itu banyak negara mengalami kemerosotan dalam perekonomian. Di Indonesia,
jumlah penduduk yang besar tidak lagi dilihat sebagai ”hantu” perekonomian,
tetapi sebagai pasar yang besar dan menarik.
Orang
asing berdatangan ke Indonesia untuk menanam modal dan menjual barang dan jasa
ke Indonesia. Lebih menggembirakan lagi, tahun ini pendapatan per kapita orang
Indonesia diperkirakan mencapai USD3.000. Pencapaian angka ini sangat penting. Presiden
China pernah menargetkan pencapaian pendapatan per kapita sebesar USD3.000 pada
2020. China ternyata telah mencapainya pada 2008-2009.
Perekonomian
Korea Selatan juga tumbuh dengan amat cepat, 11 persen per tahun setelah
mencapai pendapatan per kapita sebesar USD3.000. Dengan kata lain, Indonesia
akan segera memasuki era pertumbuhan ekonomi yang makin cepat.
Pemerintah
Indonesia juga ingin mencapai pertumbuhan yang berkualitas dan berkeadilan.
Artinya pertumbuhan ekonomi yang tinggi belum tentu penting. Harus dilihat apa
yang menyebabkan pertumbuhan tersebut. Apakah pertumbuhan yang tinggi itu
disertai berbagai hal negatif seperti perusakan lingkungan, penurunan kesehatan
penduduk, polusi udara, dan kemacetan di jalan raya yang menurunkan
produktivitas penduduk?
Selain
pertanyaan konseptual berkaitan dengan tujuan pembangunan ekonomi, harus
diketahui pula bagaimana pendapatan per kapita tersebut dihitung. Konsep yang
digunakan adalah suatu konsep yang disebut dengan ”pendapatan nominal”, dan
bukan ”pendapatan nyata”. Pendapatan nyata memperlihatkan perubahan dalam daya
beli, sedangkan pendapatan nominal mencakup perubahan daya beli dan perubahan
harga.
Sebuah
contoh: setelah lima tahun bekerja, gaji Amin meningkat dari Rp5 juta menjadi
Rp6 juta. Amin tampak senang kenaikan Rp1 juta ini, tapi sesungguhnya daya
belinya menurun. Dengan asumsi inflasi hanya lima persen per tahun, gaji Amin
seharusnya naik menjadi kira-kira Rp 6,5 juta agar daya belinya tidak berubah. Kenaikan
gaji Rp1 juta itu sesungguhnya tidak mencukupi untuk mengimbangi kenaikan
harga. Amin mengalami peningkatan pendapatan nominal, tetapi pendapatan nyata
dia yakni daya beli telah menurun. Kalau inflasi lebih tinggi dari lima persen
per tahun, daya beli Amin akan turun lebih banyak. Di Indonesia, inflasi lima
persen sudah dianggap rendah. Maka, tiap tahun pendapatan Amin harus naik lebih
tinggi dari lima persen agar daya belinya meningkat.
Bagaimana
dengan pendapatan per kapita USD3.000? Di awal sudah memperlihatkan betapa
hebatnya pertumbuhan ekonomi Indonesia selama 2004-2010. Pendapatan per kapita
naik secara cemerlang dari USD1.196 pada 2004 menjadi USD3.000 pada 2010. Pendapatan
per kapita naik menjadi hampir tiga kali lipat selama enam tahun. Angka
pertumbuhan pendapatan per kapita mencapai 15,3 persen per tahun selama periode
enam tahun ini.
Namun,
perlu diingat bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia sejak 1998 tak pernah lebih
tinggi daripada 6,5 persen per tahun. Lalu, dari mana datang angka 15,3 persen
itu? Kesan cemerlang tadi diperoleh dengan menggunakan konsep pendapatan
nominal untuk membandingkan pendapatan per kapita. Dengan kata lain,
perbandingan pendapatan per kapita selama 2004-2010 itu belum tentu
mencerminkan perubahan dalam daya beli masyarakat. Sebagian dari perubahan
pendapatan selama enam tahun itu karena kenaikan harga. Mari kita lihat data
Badan Pusat Statistik (BPS). Karena data 2010 belum selesai, maka BPS hanya
memakai data 2009 untuk menghindar data proyeksi. Bila menggunakan pendapatan
nominal, pendapatan per kapita di Indonesia naik menjadi USD2.696 pada 2009,
lebih dari dua kali lipat USD1.179 pada 2004. Data dengan pendapatan nominal
dari BPS ini pun memberikan kesan yang luar biasa pada peningkatan pendapatan
per kapita Indonesia. Namun, BPS juga memberikan data pendapatan nasional nyata
yang memungkinkan kita melihat perubahan daya beli.
BPS
menggunakan tingkat harga pada 2000 untuk membandingkan daya beli di 2004 dan
2009. Diukur dengan tingkat harga 2000, pendapatan per kapita Indonesia sebesar
USD851 pada 2004 yang kemudian naik hanya menjadi USD1.045 pada 2009. Kenaikan
yang hanya 22 persen selama lima tahun jauh lebih kecil dari yang diperlihatkan
dengan statistik pendapatan nominal. Artinya kenaikan yang luar biasa dari
pendapatan per kapita tersebut sebagian besar karena kenaikan harga yang cepat.
Dengan kata lain, pendapatan per kapita naik dengan cepat, tetapi disertai
kenaikan biaya hidup yang cepat pula. Memang perhitungan dengan menggunakan
konsep pendapatan nominal dapat memberi gambaran yang salah karena mencakup
perubahan harga dan tidak mencerminkan peningkatan daya beli masyarakat.
Kalau
kita menggunakan konsep pendapatan nominal, kita dapat dengan ”mudah”
menggandakan pendapatan per kapita kita menjadi USD6.000 pada 2014. Caranya?
Pendapatan per kapita harus tumbuh 17,5 persen per tahun selama 2010-2014.
Asumsikan pertumbuhan penduduk 1,3 persen per tahun. Maka, pertumbuhan
pendapatan secara nominal harus tumbuh kira-kira 19 persen per tahun. Kalau
selama empat tahun ke depan pendapatan tumbuh rata-rata tujuh persen per tahun,
inflasi harus mencapai rata-rata minimal 12 persen. Untuk menggandakan
pendapatan per kapita pada 2014, kita harus bersiap menghadapi inflasi yang
luar biasa yakni 12 persen per tahun. Artinya, tiap tahun hingga 2014 harga
akan naik 12 persen. Kalau pertumbuhan ekonomi lebih rendah dari tujuh persen,
inflasi harus lebih tinggi lagi.
Maukah
kita menggandakan pendapatan nasional per kapita kita dengan peningkatan biaya
hidup yang cepat? Tentu saja tidak. Ini hanya contoh dramatis dari kelemahan
menggunakan konsep pendapatan nominal untuk memperlihatkan kemajuan
perekonomian Indonesia.
Kita
dapat memiliki pendapatan per kapita yang tinggi, tetapi pendapatan yang tinggi
ini dapat pula disertai biaya hidup yang makin tinggi. Selama 2004-2009, daya
beli masyarakat memang mengalami kemajuan, tetapi tidak sedramatis yang
diperlihatkan dengan statistik pendapatan nominal.
D. Pendapatan Perkapita Indonesia
Tahun 2011
Badan Pusat
Statistik (BPS) mencatat pendapatan per kapita masyarakat Indonesia
sepanjang 2011 mencapai Rp30,8 juta atau sekitar US$3.542,9. Angka ini naik
sekitar Rp3,7 juta dibandingkan setahun sebelumnya sebesar Rp27,1 juta.
Pelaksana Tugas
Kepala BPS, Suryamin, dalam keterangan pers di kantornya, mengatakan
pertumbuhan ekonomi Indonesia selama kuartal IV-2011 masih banyak
terkonsentrasi di tiga provinsi utama yaitu DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Jawa
Barat. Kegiatan ekonomi di sektor
sekunder dan tersier juga masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Sementara itu,
kegiatan ekonomi sektor primer lebih banyak diperankan oleh daerah-daerah di
luar Jawa.
Badan Pusat
Statistik (BPS) memperkirakan pendapatan per kapita Indonesia akhir tahun ini
mencapai US$ 3.500-3.600, lebih tinggi dari tahun lalu US$ 3.005. Perkiraan itu
didasarkan pada kinerja pertumbuhan ekonomi yang konsisten saat ini. Pada
triwulan II-2011, pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 2,9% dibandingkan
triwulan sebelumnya, sedangkan dibandingkan triwulan sama 2010 tumbuh 6,5%.
Menurut Kepala BPS
Rusman Heriawan, secara kumulatif, produk domestik bruto (PDB) nominal semester
I-2011 mencapai Rp 3.549 triliun, lebih tinggi dari semester I-2010 senilai Rp
3.084 triliun atau dibanding semester II-2010 sebesar Rp 3.339 triliun.
Apabila perkembangan pada semester II
tahun ini kira-kira sama dengan semester II tahun lalu, total PDB tahun ini
bisa mencapai Rp 7.400 triliun. Dengan perkiraan PDB nominal 2011 sebesar Rp
7.400 triliun atau setara pertumbuhan ekonomi 6,7% dan memperhitungkan jumlah
penduduk Indonesia sebanyak 241 juta jiwa dengan rata-rata kurs Rp 8.600 per
dolar AS, pendapatan per kapita Indonesia hingga akhir tahun ini mencapai US$
3.500-US$ 3.600. Angka itu lebih tinggi dari tahun lalu US$ 3.004,9.
Pemerintah
Optimistis Secara terpisah, Menko Perekonomian Hatta Rajasa optimistis
pertumbuhan ekonomi tahun ini minimal mencapai 6,5%. Beliau berpendapat bahwa
dengan pertumbuhan yang stabil sejak awal tahun dan pencapaian pertumbuhan
kuartal II sebesar 6,5%, ia yakin perekonomian nasional tahun ini
setidaknya mencapai 6,5%, atau di atas target APBN sebesar 6,4%.
Saat ini terjadi
sedikit guncangan di pasar modal global. Di sisi lain, sejumlah negara
mengalami penurunan pertumbuhan selama kuartal II. Contohnya Tiongkok dan
Singapura yang ekonominya tumbuh pesat pada kuartal I, tapi pada kuartal II
turun tajam. Tapi Indonesia tetap mengalami pertumbuhan stabil. Konsumsi
masyarakat tetap terjaga, inflasi juga cukup baik. Hatta juga optimistis nilai
ekspor bisa menembus US$ 200 miliar tahun ini.
Realisasi nilai
ekspor yang melebihi impor menunjukkan surplus pada neraca perdagangan
yang tetap. Akhir 2011, Pendapatan Per Kapita US$ 3.600. Ekspor Indonesia
jauh lebih tinggi pertumbuhannya dibanding impor. Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi
nasional, menurut Hatta Rajasa, pemerintah harus mampu mengatasi tiga titik hambatan.
Pertama, memperbaiki
perencanaan proyek yang terkait belanja modal dan infrastruktur.
Kedua, memperbaiki proses pelelangan. Ketiga, memperbaiki proses penyelesaian atau pembayaran.
Kedua, memperbaiki proses pelelangan. Ketiga, memperbaiki proses penyelesaian atau pembayaran.
“Ini sebetulnya
sudah diatur Perpres No 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan
Barang dan Jasa Pemerintah. Tapi, menurut saya, Perpres ini harus terus dievaluasi.
Kalau menghambat, tentu harus diubah. Pengadaan barang dan jasa pemerintah harus simpel, cepat, transparan, dan akuntabel, bukan njelimet, berbelit-belit, malah memperlambat. Itu repot,” tandas Hatta.
Barang dan Jasa Pemerintah. Tapi, menurut saya, Perpres ini harus terus dievaluasi.
Kalau menghambat, tentu harus diubah. Pengadaan barang dan jasa pemerintah harus simpel, cepat, transparan, dan akuntabel, bukan njelimet, berbelit-belit, malah memperlambat. Itu repot,” tandas Hatta.
Minim Tenaga Kerja
Menanggapi hal itu, ekonom Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI) Latief Adam mengungkapkan, laju pertumbuhan ekonomi masih didominasi sektor non-tradeable yang terbilang minim menyerap tenaga kerja. Kontribusi sektor pengolahan dan pertanian masih 39%. Padahal, idealnya, kedua sektor tersebut harus dominan untuk dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Menurut Latief, seharusnya pertumbuhan ekonomi disokong sektor-sektor yang tradeable, seperti pertanian, industri, dan pertambangan. Pasalnya, ketiga sektor tersebut paling besar menyerap tenaga kerja. Dengan pencapaian pertumbuhan ekonomi semester I-2011 sebesar 6,5% dibanding semester I tahun silam, Indonesia sepanjang tahun ini mampu mencatatkan pertumbuhan ekonomi di atas 6,7%. Namun, untuk dapat mencapainya, pemerintah harus mampu mengendalikan inflasi. Pertumbuhan ekonomi sebagian besar didorong konsumsi masyarakat. Jika inflasi tinggi, daya beli masyarakat menurun dan konsumsi masyarakat akan berkurang. Ini tentu berdampak pada pertumbuhan ekonomi.
(LIPI) Latief Adam mengungkapkan, laju pertumbuhan ekonomi masih didominasi sektor non-tradeable yang terbilang minim menyerap tenaga kerja. Kontribusi sektor pengolahan dan pertanian masih 39%. Padahal, idealnya, kedua sektor tersebut harus dominan untuk dapat menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Menurut Latief, seharusnya pertumbuhan ekonomi disokong sektor-sektor yang tradeable, seperti pertanian, industri, dan pertambangan. Pasalnya, ketiga sektor tersebut paling besar menyerap tenaga kerja. Dengan pencapaian pertumbuhan ekonomi semester I-2011 sebesar 6,5% dibanding semester I tahun silam, Indonesia sepanjang tahun ini mampu mencatatkan pertumbuhan ekonomi di atas 6,7%. Namun, untuk dapat mencapainya, pemerintah harus mampu mengendalikan inflasi. Pertumbuhan ekonomi sebagian besar didorong konsumsi masyarakat. Jika inflasi tinggi, daya beli masyarakat menurun dan konsumsi masyarakat akan berkurang. Ini tentu berdampak pada pertumbuhan ekonomi.
Selain disokong
tingkat konsumsi yang tinggi, menurut Latief, tren investasi diperkirakan
akan semakin meningkat pada kuartal III. Demikian pula belanja pemerintah. Yang
akan menjadi hambatan justru ekspor, karena beberapa negara tujuan ekspor
seperti Amerika Serikat dan Jepang menunjukkan penurunan performa. Meskipun
pada akhir tahun diprediksi terjadi perlambatan ekonomi global, pertumbuhan ekonomi
Indonesia tetap bakal meningkat. Eksposur Indonesia dengan AS dan Eropa tidak
setinggi Singapura
atau negara Asean yang lain. Terpuruknya ekonomi AS dan Eropa justru akan mendatangkan keuntungan tersendiri bagi Indonesia. Karena, para investor akan memilih negara tujuan lain untuk berinvestasi, salah satunya Indonesia. Capital inflow akan semakin deras. Tinggal bagaimana caranya mentransmisikan capital inflow ke sektor riil.
atau negara Asean yang lain. Terpuruknya ekonomi AS dan Eropa justru akan mendatangkan keuntungan tersendiri bagi Indonesia. Karena, para investor akan memilih negara tujuan lain untuk berinvestasi, salah satunya Indonesia. Capital inflow akan semakin deras. Tinggal bagaimana caranya mentransmisikan capital inflow ke sektor riil.
Konsumsi Rumah
Tangga Kepala BPS Rusman Heriawan mengungkapkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia
pada triwulan II-2011 mencapai 2,9% dibandingkan triwulan sebelumnya (quarter
to quarter/q-to-q). Sedangkan dibandingkan triwulan yang sama 2010 (year on
year/yoy) tumbuh 6,5%. Konsumsi ruma tangga memberikan kontribusi paling besar.
Sebaliknya, belanja pemerintah berkontribusi paling rendah. Secara spasial, struktur perekonomian Indonesia pada triwulan II-2011 masih didominasi kelompok provinsi di Pulau Jawa dengan kontribusi terhadap PDB sebesar 57,7%, diikuti Sumatera 23,5%, Kalimantan 9,5%, Sulawesi 4,7%, dan sisanya 4,6% dikontribusi pulau-pulau lainnya.
Sebaliknya, belanja pemerintah berkontribusi paling rendah. Secara spasial, struktur perekonomian Indonesia pada triwulan II-2011 masih didominasi kelompok provinsi di Pulau Jawa dengan kontribusi terhadap PDB sebesar 57,7%, diikuti Sumatera 23,5%, Kalimantan 9,5%, Sulawesi 4,7%, dan sisanya 4,6% dikontribusi pulau-pulau lainnya.
Besaran PDB atas
dasar harga berlaku pada triwulan II-2011 mencapai Rp 1.811,1 triliun.
Adapun PDB atas dasar harga konstan 2000 pada triwulan yang sama sebesar
Rp 611,1 triliun. Sektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi (q-to-q) adalah perdagangan, hotel, dan restoran 4,8%, konstruksi 4,2%, serta sector listrik, gas, dan air bersih 4%. Secara tahunan (yoy), sektor pengangkutan dan komunikasi tumbuh 10,7%, sektor perdagangan, hotel, dan restoran 9,6%, dan sektor konstruksi 7,4%. Struktur PDB triwulan
II-2011 masih didominasi sektor industri pengolahan, sektor pertanian, serta sektor perdagangan, hotel, dan restoran dengan kontribusi masing-masing 24,3%, 15,4%, dan 13,9%.
Adapun PDB atas dasar harga konstan 2000 pada triwulan yang sama sebesar
Rp 611,1 triliun. Sektor yang mengalami pertumbuhan tertinggi (q-to-q) adalah perdagangan, hotel, dan restoran 4,8%, konstruksi 4,2%, serta sector listrik, gas, dan air bersih 4%. Secara tahunan (yoy), sektor pengangkutan dan komunikasi tumbuh 10,7%, sektor perdagangan, hotel, dan restoran 9,6%, dan sektor konstruksi 7,4%. Struktur PDB triwulan
II-2011 masih didominasi sektor industri pengolahan, sektor pertanian, serta sektor perdagangan, hotel, dan restoran dengan kontribusi masing-masing 24,3%, 15,4%, dan 13,9%.
Pertumbuhan PDB
triwulan II-2011 dibandingkan triwulan I-2011 (q-to-q) yang mencapai 2,9% ditopang
kenaikan pengeluaran konsumsi rumah tangga sebesar 1,3%. Sedangkan pengeluaran
konsumsi pemerintah naik 26%, pembentukan modal tetap bruto (PMTB) naik 3,9%,
ekspor barang dan jasa tumbuh 7,4%, serta impor barang dan jasa meningkat 6%. Pertumbuhan
ekonomi triwulan II-2011 yang mencapai 6,5% dibandingkan triwulan II- 2010
(yoy) didukung pengeluaran konsumsi rumah tangga yang meningkat 4,6%. Pendukung
lainnya adalah pengeluaran konsumsi pemerintah 4,5%, PMTB 9,2%, ekspor barang
dan jasa 17,4%, serta impor barang dan jasa 16%.
Adapun pertumbuhan
ekonomi semester I-2011 terhadap semester I- 2010 yang mencapai 6,5% didukung
peningkatan konsumsi rumah tangga 4,5%, konsumsi pemerintah 3,7%, PMTB 8,3%,
serta ekspor dan impor masing-masing 14,9% dan 15,8%. Struktur PDB penggunaan
triwulan II-2011 didominasi komponen pengeluaran rumah tangga sebesar 54,3%.
Komponen PMTB dan pengeluaran konsumsi pemerintah memberikan kontribusi
masing-masing 31,6% dan 8,3%. Sedangkan ekspor neto berkontribusi 1,9%
E. Target Pendapatan Perkapita
Indonesia Tahun 2015
Pada
tahun 2012, ekonomi Indonesia diperkirakan akan mengalahkan belanda yang
notabene telah menjajah Negara Indonesia selama 350 tahun. Ini merupakan satu
prestasi yang sangat membanggakan bagi
kita. Jika kondisi politik dan ekonomi relatif stabil, maka pada akhir 2013
yang akan datang Indonesia di-prediksikan mencapai pendapatan perkapita USD
5.000. Inilah satu bukti pertama kalinya Indonesia akan menembus 100 Negara
dengan pendapatan perkapita terbesar di dunia.
Menteri
Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa menargetkan pendapatan per-kapita
Indonesia tahun 2015 mencapai 5.500 USD atau meningkat hampir dua kali lipat
dari tahun 2011 lalu yang masih bekisar 3.500-3.600 USD. Target ini disesuaikan
dengan berbagai program pemerintah terkait peningkatan perekonomian rakyat
seperti program Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia (MP3EI).
Dalam
tiga tahun kedepan, katanya, Pemerintah RI harus sudah mampu meningkatkan
perekonomian rakyat yang signifikan. Satu pekerjaan memang tidak gampang,
tetapi bisa dicapai. Pendapatan perkapita kita 3.500 hingga 3.600 USD pada
tahun 2011 lalu. Dan pada 2015 mendatang, pendapatan per-kapita Indonesia
diharapkan bisa mencapai 5.500 USD.
Oleh
sebab itu, demikian Hatta yang juga Ketua Umum partai berlambang matahari
bersinar (PAN) itu, pemerintah secara bersama-sama harus mampu membangun
koridor satu wilayah Sumatra, yang pertama yakni membangun dan perbaikan jalan
dari Aceh hingga ke Lampung.
Selain
itu, kata Hatta, demi menyukseskan program MP3EI, pemerintah juga akan
membangun pusat-pusat pertumbuhan ekonomi di Provinsi Riau, paling tidak
klaster atau "kantung" pertumbuhan industri serta membangun tiga
pelabuhan baru dan memperbaharui pelabuhan yang telah ada seperti Pelabuhan
Internasional Dumai serta Pelabuhan Kuala Enok.
"Juga
membangun kembali pusat industri, hilirisasi, manufaktur industri hilir. Semua
harus kita bangun. Oleh sebab itu, diminta semua pihak agar bahu-membahu
menyukseskan program ini," katanya.
Apabila
semua terlaksana dengan baik, bukan tidak mungkin pertumbuhan Indonesia secara
keseluruhan akan mengalami peningkatan yang kian pesat. Memang untuk setiap
tahunnya perdapatan per-kapita Indonesia terus mengalami peningkatan, namun
masyarakat mengharapkan adanya pertumbuhan ekonomi yang
jauh lebih baik lagi.
F. Solusi untuk Mencapai Target
Pendapatan Perkapita Indonesia USD 5000
Sering
sekali kita dengar baik itu berita dari siaran televisi, radio maupun media cetak lainnya tentang kondisi Perekonomian di Indonesia. Baik itu yang di soroti secara negative
maupun positif. Tetapi lebih sering kita dengar dan kita lihat yang disoroti
oleh media adalah hal-hal yang bersifat negative sehingga hal-hal positif
seakan-akan tidak pernah ada di Indonesia ini. Didalam dunia politik sering juga kita mendengar dan
melihat bahwa sanya hal-hal yang bersifat positif ini sangat sedikit di perbincangkan, apakah yang dapat
diperbincangkan itu hanya yang bersifat negative atau istilah lain selalu yang
kurang baik. Tapi benar untuk kita ketahui bahwa hal yang kurang ini akan
selalu menjadi pembahasan terpenting agar bagaimana hal negatif tersebut
menjadi positif.
Jika
kita dapat berbicara tentang hal yang positif yang sudah dicapai oleh Negara
kita ini, bahkan dalam taraf global, ini akan membuat kita dan generasi-generasi Indonesia
akan semakin antusias dalam menghadapi perekonomian sekarang ini.
Sebagai contoh dalam hal ekonomi.
Pada tahun 2011 indonesia mengalami kemajuan yang sangat pesat :
1.
Indonesia Berhasil menembus pendapatan
per-kapita USD 3,500
2.
Indonesia berhasil mencapai investment
grade, bahkan Indonesia satu-satunya Negara asia tenggara yang masuk
dalam jajaran kelompok Negara G20.
Ini merupakan suatu kebanggan.
3.
Bahkan dengan GDP sebesar USD 834 Miliar, Indonesia kini duduk di posisi
17 ekonomi terbesar di
dunia di atas, Turki, Swiss, Swedia, Arab Saudi, Taiwan, Thailand, Singapura,
dan Malaysia.
Menurut
data dari Asian Development Bank (ADB), antara tahun 2002-2008 ada sekitar 102 juta jiwa kelas
menengah baru di Indonesia. Tingkat kemakmuran dan daya beli rakyat Indonesia akan makin meningkat pesat. Daya tarik pasar kelas menengah Indonesia yang
cukup melesat pada akhir-akhir ini. Terbukti semakin menggiurkan bagi para
pemain kelas dunia untuk berlomba-lomba menjaring
rupiah di Indonesia.
Buktinya,
Launching produk-produk baru smartphone beberapa merek ternama pun
kini diadakan di Indonesia. Dengan kata lain, pasaran domestic Indonesia semakin menarik dan menjadi incaran dunia international.
Maka
dari itu, akankah itu berarti kita cuman sekedar jadi Negara konsumen yang konsumtif? Mungkin akan menyedihkan jika pertumbuhan kelas
menengah sekedar menjadikan Indonesia sebagai pasar dan masyarakatnya hanya
jadi pembeli dan tukang belanja. Apakah kita sebagai warga
Negara Indonesia yang memiliki warisan dari nenek moyang kita yaitu tanah air
Indonesia yang tercinta ini dijadikan ladang oleh Negara lain sedangkan kita
hanya jadi penonton dari produk
asing? Kita hanya pintar membeli produk tetapi tidak pintar untuk menciptakan
produk.
Lalu bagaimana solusinya bagi Masyarakat Indonesia?
Semestinya
pertumbuhan kelas menengah yang pesat di Negara ini bukan hanya melahirkan
generasi konsumtif dan pasar yang siap belanja, tapi juga menumbuhkan
generasi kelas menengah baru: Entrepreneur
Kelas Menengah Indonesia. Mereka inilah para Entrepreneur 5000
yang dating dari kalangan kelas menengah dan siap menghadapi era kebangkitan
daya beli nasional pada
pendapatan perkapita USD 5.000, karena mereka yang paham benar, bagaimana
karakteristik pasar kelas menengah yang lagi berkembang pesat saat ini.
Lahirnya
Entrepreneur 5000, ini menjadi
satu alternative jawaban masa depan agar kebangkitan kelas menengah dan daya
beli bangsa justru bisa memperkuat posisi tawar kita sebagai tuan rumah
di Negara sendiri. Lalu, Entrepreneur 5000 ini sekaligus menjadi sebuah
tantangan, Apakah UMKM kita siap
naik kelas untuk bersaing secara global?
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Perekonomian
Indonesia memang sedang naik daun. Ketika dunia dilanda krisis, perekonomian
Indonesia masih dapat tumbuh positif, bahkan hingga 4,5 persen pada 2009. Padahal,
tahun itu banyak negara mengalami kemerosotan dalam perekonomian. Di Indonesia,
jumlah penduduk yang besar tidak lagi dilihat sebagai ”hantu” perekonomian,
tetapi sebagai pasar yang besar dan menarik.
Meningkatnya
pendapatan per kapita yang diantaranya ditopang kenaikan di sejumlah sektor
usaha, terutama tambang itu akhirnya mendorong pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan
ekonomi Indonesia selama 2011 mencapai 6,5 persen. Sepanjang 2011 terjadi
pertumbuhan di semua sektor ekonomi.
Namun,
tercapainya target pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 6,5 persen itu
bukanlah penentu kesuksesan negara dalam meningkatkan kesejahteraan rakyatnya.
Peningkatan PDB di Indonesia justru membuat negara semakin miskin sumber daya.
Indonesia
adalah salah satu negara di dunia yang mengalami keterpurukan di tengah sumber
daya yang melimpah. Indonesia tidak menangani sumber daya alamnya dengan baik.
Pemerintah justru menghancurkan sumber alam dengan terlalu berlebihan mengekploitasinya. Bahkan, pemerintah dinilai tidak mengalokasikannya untuk kepentingan rakyat secara keseluruhan. Pemerintah terlalu terfokus pada upaya meningkatkan PDB. Namun, di sisi lain malah mengorbankan sumber daya alam.
Pemerintah justru menghancurkan sumber alam dengan terlalu berlebihan mengekploitasinya. Bahkan, pemerintah dinilai tidak mengalokasikannya untuk kepentingan rakyat secara keseluruhan. Pemerintah terlalu terfokus pada upaya meningkatkan PDB. Namun, di sisi lain malah mengorbankan sumber daya alam.
Peningkatan
PDB ini malah justru membuat negara semakin miskin. Kondisi itu, justru
membuktikan PDB tidak bisa meningkatkan kualitas hidup rakyat. Ada banyak bukti
empiris dan studi yang menunjukkan kualitas hidup dan kebahagiaan rakyat tidak
ada hubungannya dengan PDB dan kekayaan negara.
DAFTAR
PUSTAKA
http://bisnis.vivanews.com/news/read/30496-pendapatan_per_kapita_indonesia_us__2_
271_2
http://bisnis.vivanews.com/news/read/285894-pendapatan-per-orang-warga-ri-naik-rp3-7-jt
http://economy.okezone.com/read/2010/10/26/279/386413/memahami-statistik-ekonomi-pendapatan-per-kapita-2010
http://finance.detik.com/read/2010/02/10/131037/1296658/4/pendapatan-per-kapita-ri-naik-jadi-rp-243-juta-di-2009
http://indonesiacompanynews.wordpress.com/2011/08/06/akhir-2011-pendapatan-per-kapita-us-3-600/
http://vacancy-carrer.blogspot.com/2012/03/pendapatan-perkapita-indonesia-bakal.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar