TUGAS
1
Disusun :
“Kelompok 9”
§
Diana Aprianti 22211042
§
Linda Rustiani 24211109
§
Taruli Gultoem 28211268
§
Yenni Valentine 27211505
-1
EB 22-
1. Apa
yang dimaksud dengan pengangguran dan sebutkan ciri-ciri pengangguran di
Indonesia !
Menganggur tidak sama dengan tidak
bekerja atau tidak mau bekerja. Orang yang tidak mau bekerja tidak dapat
dikatakan sebagai pengangguran. Sebab jika dia mencari pekerjaan (ingin
bekerja), mungkin dengan segera mendapatkannya.
Definisi ekonomi tentang
pengangguran tidak identik dengan tidak (mau) bekerja. Seseorang baru dikatakan
menganggur bila dia ingin bekerja dan telah berusaha mencari kerja namun tidak
mendapatkannya. Dalam ilmu kependudukan (demografi), orang yang mencari kerja
masuk dalam kelompok penduduk yang disebut angkatan kerja. Yang dihitung
sebagai angkatan kerja adalah penduduk berusia 15-64 tahun dan sedang mencari
kerja, sedangkan yang tidak mencari kerja, entah karena harus mengurus keluarga
atau sekolah, tidak masuk angkatan kerja.
Jadi, kesimpulannya pengangguran adalah orang yang masuk dalam angkatan
kerja (15 sampai 64 tahun) yang sedang mencari pekerjaan dan belum
mendapatkannya. Orang yang tidak sedang mencari kerja
contohnya seperti ibu rumah tangga, siswa sekolah SMP, SMA, mahasiswa perguruan
tinggi, dan lain sebagainya yang karena sesuatu hal tidak/belum membutuhkan
pekerjaan bukan merupakan pengangguran.
Ciri-ciri pengangguran
di Indonesia antara lain :
1. Jumlah
penduduk yang tidak sebanding dengan jumlah lapangan pekerjaan
2. Perkembangan
inovasi teknologi, informasi, menyebabkan kurangnya penyerapan SDM
3. Persaingan
di era globalisasi membutuhkan SDM yang berkualitas baik IQ maupun EQ
4. Malasnya
calon pekerja masuk lapangan kerja,
karena memilih pekerjaan yang cocok sesuai minat dan besarnya gaji
5. Gengsi
yang tinggi terhadap pekerjaan yang ditawarkan
6. Takut
menghadapi resiko kerja atau usaha takut
gagal
2. Bagaimana
hubungan antara inflasi dan pengangguran !
Di
teori ekonomi makro, ada perdebatan klasik masalah inflasi dan pengangguran
yang dikenal luas dengan Kurva Phillips (yang sebetulnya belum terbukti salah
dan benar secara umum di semua ekonomi/negara). Hasil penelitian Profesor Philip tentang perekonomian
Inggris periode 1861-1957 menunjukkan adanya hubungan negative dan non linier
antara kenaikan tingkat upah/ inflasi tingkat upah (wage inflation) dengan
pengangguran, seperti dalam gambar di bawah ini.
Hubungan
antara Tingkat Upah dan Pengangguran
Kurva
tersebut menggambarkan adanya hubungan negatif antara laju inflasi dengan
pengangguran: Laju inflasi tinggi, pengangguran rendah (dan output tinggi).
Akan tetapi kebalikannya juga justru dapat terjadi yakni kenaikan harga-harga
secara umum, yang dilihat dari laju inflasi akan menurunkan output (produksi
nasional) dan dengan sendirinya meningkatkan pengangguran.
Tingginya
angka inflasi selanjutnya akan menurunkan daya beli masyarakat. Untuk bisa
bertahan pada tingkat daya beli seperti sebelumnya, para pekerja harus
mendapatkan gaji paling tidak sebesar tingkat inflasi. Kalau tidak, rakyat
tidak lagi mampu membeli barang-barang yang diproduksi. Jika barang-barang yang
diproduksi tidak ada yang membeli maka akan banyak perusahaan yang berkurang
keuntungannya. Jika keuntungan perusahaan berkurang maka perusahaan akan
berusaha untuk mereduksi cost sebagai konsekuensi atas berkurangnya keuntungan
perusahaan. Hal inilah yang akan mendorong perusahaan untuk mengurangi jumlah
pekerja/buruhnya dengan mem-PHK para buruh. Salah satu dari jalan keluar dari
krisis ini adalah menstabilkan rupiah. Membaiknya nilai tukar rupiah tidak
hanya tergantung kepada money suplly dari IMF, tetapi juga investor asing
(global investment society) mengalirkan modalnya masuk ke Indonesia (capital
inflow). Karena hal inilah maka pengendalian laju inflasi adalah penting dalam
rangka mengendalikan angka pengangguran.
Hubungan
inflasi, output dan pengangguran (tiga hal yang sangat sentral dalam kebijakan
makroekonomi) sangat ditentukan oleh aggregat penawaran dan permintaan terhadap
barang-barang dan jasa-jasa. Apabila agregat permintaan meningkat, permintaan
terhadap tenaga kerja akan meningkat (dengan sendirinya pengangguran berkurang)
dan produksi nasional juga meningkat (dengan sendirinya pertumbuhan ekonomi
meningkat). Akan tetapi, sebaliknya, kenaikan agregat permintaan tersebut akan
menaikkan harga-harga (meningkatkan laju inflasi). Ini yang dinamakan hubungan
negatif inflasi dan pengangguran. Di tahun 50-an dan 60-an, hubungan negatif
ini luas ditemukan di negeri maju seperti Inggris dan Amerika.
Bagaimana
bila terjadi penurunan dalam aggregat penawaran terhadap barang-barang dan
jasa-jasa? Penurunan penawaran dengan sendirinya berakibat pada “seolah”
kenaikan dalam permintaan. Akibatnya harga-harga meningkat (inflasi meningkat).
Akan tetapi karena penawaran menurun ini berarti permintaan terhadap tenaga
kerja juga menurun yang dengan sendirinya menurunkan produksi nasional.
Akhirnya yang terjadi adalah inflasi tinggi dan pengangguran tinggi (dan
pertumbuhan ekonomi rendah). Ini yang luas terjadi di tahun 70-an ketika
terjadi resesi ekonomi global.
Sumber
Referensi :
Dr. Tulus T.H.
Tambunan, Perekonomian Indonesia Teori
dan Temuan Empiris. Jakarta: Ghalia Indonesia, 2001.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar